Default Title
logo spatial highlights
Strava Jadi Bukti Teknologi Geospasial Bisa Mendukung Gaya Hidup Sehat

Strava Jadi Bukti Teknologi Geospasial Bisa Mendukung Gaya Hidup Sehat

Dalam beberapa tahun terakhir, aktivitas lari pagi telah menjelma menjadi lebih dari sekadar olahraga. Lari pagi sekaligus menjadi simbol gaya hidup sehat masyarakat perkotaan. Taman kota, trotoar yang ramah pejalan kaki, dan area car free day telah menjadi arena publik di mana orang-orang dari berbagai latar belakang melakukan aktivitas fisik secara rutin.

Fenomena ini tidak muncul begitu saja, melainkan dipicu oleh berbagai faktor, termasuk kehadiran teknologi berbasis geospasial yang memberi kemudahan dalam melacak, memetakan, dan membagikan aktivitas kebugaran secara digital. Teknologi ini tidak hanya merekam langkah kaki, tetapi juga mengubah persepsi masyarakat terhadap pentingnya kesehatan dan keterlibatan sosial.

Salah satu aplikasi yang menjadi wajah utama dari tren ini adalah Strava. Aplikasi berbasis GPS ini bukan sekadar alat pencatat jarak tempuh atau kecepatan lari, melainkan juga sebuah platform sosial bagi para pegiat olahraga. Di Indonesia, Strava telah menjadi bagian dari gaya hidup baru, terutama di kalangan urban milenial dan Gen Z. Sejak 2020, jumlah pengguna aktif Strava meningkat drastis dan mencatat lonjakan signifikan selama pandemi COVID-19, saat masyarakat mencari alternatif aktivitas fisik yang fleksibel dan dapat dilakukan secara mandiri.

Hidup Sehat Bersama Teknologi Geospasial

Data dari “Year in Sport Report” milik Strava menunjukkan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan komunitas lari tercepat, dengan partisipasi lari dalam klub tumbuh lebih dari 80% dalam satu tahun terakhir. Bahkan, pada 2025, Strava secara resmi menambahkan dukungan bahasa Indonesia sebagai bentuk adaptasi terhadap peningkatan pengguna lokal.

Keunggulan Strava terletak pada pemanfaatan teknologi geospasial secara menyeluruh. Dengan mengandalkan sistem GPS pada smartphone atau perangkat wearable, seperti Garmin dan Apple Watch, Strava mampu merekam detail rute pengguna, termasuk jarak tempuh, kecepatan, elevasi, hingga waktu tempuh. Semua data ini kemudian divisualisasikan ke dalam peta interaktif yang memberi gambaran menyeluruh tentang aktivitas yang dilakukan.

Salah satu fitur unggulan Strava adalah Global Heatmap, sebuah peta interaktif yang memperlihatkan jalur-jalur yang paling sering dilalui oleh jutaan pengguna di seluruh dunia. Di samping itu, Strava Metro, sebuah layanan analisis data, digunakan oleh pemerintah kota dan perencanaan transportasi untuk mengumpulkan informasi pergerakan masyarakat secara anonim sehingga dapat membantu perencanaan jalur sepeda, trotoar, dan fasilitas publik lainnya. Teknologi ini menjadikan data aktivitas pribadi sebagai bagian dari arsitektur kota yang lebih inklusif dan ramah pejalan kaki.

Bukan Hanya Aplikasi Lari Gaya-gayaan

Melihat tren dan perkembangan teknologinya, masa depan Strava tampaknya masih sangat terbuka untuk berevolusi sebagai lebih dari sekadar aplikasi olahraga. Akuisisi terhadap platform, seperti Fatmap, yang menawarkan peta medan tiga dimensi untuk aktivitas luar ruangan, dan The Breakaway, yang fokus pada pelatihan berbasis data, menandakan ambisi Strava untuk menjadi pusat integrasi antara aktivitas fisik dan pemetaan spasial yang presisi.

Dalam konteks geospasial, langkah ini memungkinkan Strava memperluas cakupan analisisnya tidak hanya untuk pelari dan pesepeda, tetapi juga bagi pegiat alam terbuka, komunitas urban planner, hingga institut riset. Fitur-fitur semacam ini secara tidak langsung mendorong pengguna untuk ikut serta dalam proses pemetaan kota secara partisipatif karena setiap aktivitas yang terekam juga menjadi data spasial yang berguna untuk memahami perilaku pergerakan warga di ruang kota.

Potensi Strava sebagai alat pendukung kebijakan kota juga makin relevan, terutama dalam mendesain transportasi aktif dan ruang terbuka publik yang ramah baik bagi pejalan kaki maupun pesepeda. Kolaborasi antara Strava dan pemerintah daerah, seperti yang telah diterapkan lewat layanan Strava Metro, mampu menyajikan data anonim tentang rute-rute populer, waktu penggunaan, serta intensitas aktivitas yang bisa dijadikan dasar untuk menentukan lokasi pembangunan trotoar, jalur sepeda, atau ruang istirahat publik. Bahkan ke depan, dengan dukungan teknologi kecerdasan buatan (AI), Strava berpeluang memberikan rekomendasi jalur yang tidak hanya aman dan nyaman, tetapi juga sesuai preferensi pengguna berdasarkan riwayat kebugaran, kepadatan lalu lintas, hingga kondisi cuaca.

Lari Pagi Sekaligus Memetakan Jalanan Perkotaan

Pada akhirnya, meskipun Strava kadang dikritik karena terlalu menonjolkan aspek sosial dan kompetitif dari olahraga, tidak dapat dipungkiri bahwa platform ini telah berhasil membawa pengaruh besar terhadap budaya kebugaran masyarakat urban. Strava membuktikan bahwa teknologi geospasial bukanlah alat teknis yang hanya digunakan di laboratorium atau kantor pemerintah, tetapi juga dapat hadir secara langsung dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, mendorong aktivitas fisik, mempererat komunitas, serta memperkaya pemahaman spasial warga kota terhadap lingkungannya. Di tengah gempuran gaya hidup sedenter dan digitalisasi pasif, Strava menjadi pengingat bahwa ruang, data, dan gerak bisa berpadu untuk menciptakan gaya hidup sehat yang lebih berkelanjutan.

Sumber: Strava, Strava Metro

+
+