

Mengintip Peluang Toko Ritel Gunakan Digital Twin untuk Bisnis
Di era ketika batas antara dunia fisik dan digital makin tipis, industri ritel menemukan cara baru untuk menjaga toko tetap efisien sekaligus menghadirkan pengalaman belanja yang berbeda. Teknologi digital twin atau kembaran digital kini menjadi senjata andalan raksasa ritel global, memungkinkan setiap toko fisik memiliki kembaran virtual yang bisa dipantau, diuji, dan bahkan “dikunjungi” secara daring.
Digital twin pada dasarnya adalah representasi virtual dari toko fisik. Model ini bukan sekadar gambar tiga dimensi, melainkan juga peta menyeluruh yang dilengkapi lapisan data operasional. Mulai dari posisi produk, suhu lemari pendingin, hingga jadwal perawatan peralatan, semua bisa dimonitor dari layar komputer.
Baca juga: Mengenal Teknologi Digital Twin: Inovasi yang Membentuk Masa Depan Industri
Di Amerika Serikat, Walmart telah memanfaatkan teknologi ini untuk mendeteksi masalah sebelum terjadi. Misalnya, jika suhu pendingin mulai naik dan berisiko merusak produk, sistem digital twin akan mengirim peringatan. Tim kemudian bisa segera menyesuaikan pengaturan atau memindahkan barang sebelum kerugian terjadi. Lowe’s, jaringan ritel peralatan rumah tangga, bahkan memperbarui model digital tokonya setiap hari agar kondisi lapangan benar-benar tercermin secara akurat.
Selain untuk pemeliharaan, digital twin juga digunakan dalam perencanaan desain dan tata ulang toko. Sebelum merenovasi atau menata ulang rak, peretail dapat menguji skenario di ruang digital terlebih dahulu. Hal ini mempercepat proses, mengurangi biaya, dan memastikan tampilan akhir sesuai dengan standar brand.
Lebih jauh, beberapa perusahaan mulai memanfaatkan digital twin ini untuk menciptakan pengalaman belanja virtual. Konsumen dapat “berjalan-jalan” di toko versi digital, melihat produk dari berbagai sudut, bahkan merasakan atmosfer brand tanpa harus datang langsung.
Manfaatnya jelas, yaitu untuk efisiensi biaya, pengurangan gangguan operasional, dan pengalaman belanja yang lebih baik. Namun, ada tantangan yang tidak bisa diabaikan. Pembuatan digital twin membutuhkan investasi besar, integrasi data yang kompleks, dan pembaruan informasi secara rutin. Selain itu, isu privasi dan keamanan data juga menjadi perhatian utama, mengingat model digital menggambarkan detail sensitif tentang struktur dan operasional toko.
Bisakah Ditiru Toko Ritel di Indonesia?
Secara prinsip, jelas mungkin mengingat Indonesia memiliki jaringan ritel modern yang luas, dari minimarket yang dimiliki perorangan hingga perusahaan besar, seperti Alfamart dan Indomaret, bahkan Transmart atau Lotte Mart. Jika ritel besar dunia menggunakan digital twin untuk memantau pendingin, tata letak, hingga stok barang secara real-time, manfaat serupa juga bisa dirasakan di Indonesia.
Bayangkan sebuah jaringan supermarket bisa mendeteksi lebih awal pendingin yang hampir rusak, atau menguji tata letak rak baru tanpa harus menutup toko fisik. Efisiensi biaya dan pengurangan risiko kerugian akan sangat besar.
Namun, penerapan di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan. Pertama, biaya infrastruktur. Pembuatan digital twin membutuhkan perangkat pemindaian 3D, sensor IoT, integrasi data, dan server penyimpanan yang kuat. Bagi peretail besar mungkin lebih mudah, tetapi bagi pemain menengah hingga kecil, investasi ini masih cukup berat.
Kedua, kesiapan SDM dan sistem. Digital twin menuntut integrasi lintas divisi, mulai dari logistik, IT, hingga manajemen toko. Di banyak perusahaan retail Indonesia, sistem ini masih berjalan terpisah (silo) sehingga dibutuhkan transformasi manajemen data yang signifikan.
Ketiga, infrastruktur digital di Indonesia belum merata. Konektivitas internet dan jaringan cloud masih terkonsentrasi di kota besar. Untuk peretail dengan toko di wilayah pedesaan atau daerah terpencil, pembaruan digital twin secara real-time akan lebih sulit dilakukan.
