

Mendorong Pemulihan Taman Nasional Tesso Nilo lewat Teknologi Geospasial
Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Provinsi Riau tengah menghadapi krisis ekologi yang serius akibat perambahan besar-besaran selama lebih dari satu dekade terakhir. Dari total luas sekitar 81 ribu hektare, hanya tersisa sekitar 12 ribu hektare hutan primer dan sekunder. Sisanya telah berubah fungsi menjadi kebun sawit ilegal, semak belukar, permukiman, dan lahan kritis.
TNTN yang semula dikenal sebagai salah satu benteng terakhir hutan tropis Sumatera, kini menghadapi kehancuran ekologis yang mengancam keberlangsungan habitat satwa langka, seperti gajah Sumatera, harimau Sumatera, dan tapir. Kondisi ini mendorong pemerintah untuk mengambil langkah strategis, termasuk mengedepankan pendekatan teknologi geospasial sebagai bagian dari upaya pemulihan yang lebih sistematis dan terpadu.
Guna memulihkan ekosistem tempat tinggal flora dan fauna endemik khas Indonesia tersebut, Badan Informasi Geospasial (BIG) menyatakan komitmennya untuk mendukung penuh proses rehabilitasi TNTN melalui analisis berbasis Kebijakan Satu Peta (KSP). Kepala BIG, Muh Aris Marfai, menegaskan bahwa penyediaan data spasial yang akurat sangat penting dalam menentukan batas-batas kawasan konservasi yang valid, serta untuk memetakan wilayah kritis yang membutuhkan reforestasi segera.
Langkah ini juga merupakan bagian dari mandat BIG sebagai anggota Satuan Tugas Penataan Kawasan Hutan (Satgas PKH), yang bertugas menyediakan analisis spasial guna memperkuat perencanaan dan pelaksanaan pemulihan lingkungan secara menyeluruh. Dalam rapat lintas kementerian yang digelar di Kejaksaan Agung pada 13 Juni 2025, dukungan BIG menjadi salah satu pilar utama untuk mengintegrasikan data dan kebijakan lintas sektor.
Teknologi geospasial memiliki peran strategis dalam memetakan perubahan tutupan lahan, mengidentifikasi pola deforestasi, serta memantau aktivitas ilegal di kawasan TNTN. Citra satelit dari Planet Labs dan Landsat menunjukkan penurunan signifikan area berhutan sejak tahun 2002, dengan lonjakan pembukaan lahan sawit yang masif terjadi pada 2014 hingga 2022.
Dengan bantuan data spasial, pemerintah dapat melacak perambahan lahan secara real-time, memverifikasi klaim kepemilikan lahan ilegal, dan menyusun strategi reforestasi berbasis zonasi. Bahkan, hasil analisis BIG akan digunakan untuk mendukung penertiban lahan yang dikuasai oleh warga menggunakan dokumen kependudukan palsu, seperti SKT, KTP, dan SHM yang diterbitkan secara tidak sah di kawasan hutan.
Lebih dari itu, geospasial juga berperan dalam menyusun skema relokasi warga yang telah terlanjur bermukim di TNTN. Banyak dari mereka merupakan pendatang dari luar Riau dan telah membangun infrastruktur, seperti sekolah, masjid, dan jaringan listrik. Oleh karena itu, relokasi tidak bisa dilakukan secara sembarangan tanpa memahami struktur sosial dan ekonomi yang telah terbentuk.
Dengan pemetaan detail berbasis geospasial, pemerintah dapat merancang pendekatan humanis dan adil yang mempertimbangkan kepentingan ekologis dan kesejahteraan warga secara seimbang. Pendekatan ini juga akan mempermudah proses mediasi, memperkecil potensi konflik sosial, dan memastikan relokasi dilakukan di lahan yang secara spasial memang layak dihuni.
Rapat yang dipimpin oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin juga mempertegas pentingnya kerja lintas lembaga, termasuk dari ATR/BPN, BPKP, TNI, Polri, dan Pemerintah Provinsi Riau. Penegakan hukum terhadap pemegang lahan ilegal akan diiringi dengan tindakan korektif berbasis bukti spasial sehingga keadilan hukum dan lingkungan dapat berjalan beriringan. Dalam konteks ini, BIG bukan sekadar penyedia peta, melainkan juga mitra strategis dalam mendesain masa depan TNTN yang berkelanjutan.
Dengan tantangan besar berupa tingginya harga sawit, kompleksitas sosial warga, dan lemahnya tata kelola di masa lalu, penggunaan teknologi geospasial memberi harapan baru. Ini adalah momen penting untuk membuktikan bahwa pemulihan lingkungan dapat berjalan seiring dengan keadilan sosial, asal didasarkan pada data yang akurat, kolaborasi yang kuat, dan komitmen politik yang konsisten.
