

Peta Dasar Skala Besar Bakal Pangkas Biaya RDTR hingga 60%
Peta dasar skala besar kini menjadi instrumen penting dalam mempercepat pembangunan wilayah yang terarah dan berkelanjutan. Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG), Prof. Muh Aris Marfai, menegaskan bahwa pemerintah terus menyediakan data spasial yang presisi. Dalam Forum Koordinasi Pembangunan Wilayah Berbasis Penataan Ruang di Pulau Sulawesi yang digelar pada 10 Juli 2025, ia menyampaikan bahwa BIG telah menyelesaikan peta dasar skala 1:50.000 untuk seluruh Indonesia, peta skala 1:25.000 untuk Pulau Jawa, dan khusus Sulawesi telah rampung disusun peta dasar skala besar 1:5.000. Aris menyebut peta ini sangat penting untuk mendukung perencanaan tata ruang, pengurangan risiko bencana, serta perlindungan lahan pertanian yang berkelanjutan.
Selain aspek fungsional, peta dasar skala besar juga berkontribusi signifikan dalam efisiensi anggaran pemerintah, khususnya dalam penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Aris berujar, “Dengan peta skala 1:5.000, penyusunan RDTR lebih cepat dan hemat. Biaya pemetaan bisa ditekan hingga 50 sampai 60 persen dari total anggaran.” Pernyataan ini menggarisbawahi potensi besar data geospasial dalam menekan beban fiskal daerah, sekaligus mempercepat integrasi RDTR dengan sistem Online Single Submission (OSS) berbasis spasial yang kini menjadi syarat mutlak perizinan investasi.
Apresiasi terhadap langkah BIG datang dari Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Menurutnya, peta skala besar sangat strategis dalam mendukung RDTR sebagai dasar penetapan zona-zona pembangunan, mulai dari investasi, industri, hingga konservasi.
“Jika RDTR tersedia, tidak boleh ada lagi kesalahan dalam pemanfaatan ruang. Pembangunan harus mengacu pada tata ruang yang jelas dan akuntabel,” tegas AHY. Ia juga memberikan empat arahan strategis yang harus dijalankan: menyelaraskan RPJMD dan RPJMN secara spasial; mempercepat legalisasi RDTR dan pemanfaatan OSS berbasis spasial; mengintegrasikan seluruh data sektoral ke dalam satu basis data geospasial nasional; serta memastikan seluruh pembangunan mempertimbangkan risiko bencana, kerentanan iklim, serta daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Dukungan juga datang dari Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid, yang menyatakan bahwa peta dasar skala besar sangat membantu dalam efisiensi anggaran dan peningkatan akurasi dalam penyusunan RDTR maupun dokumen Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR). Ia menyebut, tanpa dukungan eksternal, kementeriannya hanya mampu menambah sekitar 400 RDTR dari APBN. Namun, melalui proyek Integrated Land Administration and Spatial Planning Project (ILASPP) dan dukungan Bank Dunia, 700 RDTR tambahan berhasil disusun sehingga total RDTR aktif menjadi 1.100. Dengan kerja sama pusat dan daerah, target nasional 2.000 RDTR pada tahun 2029 optimistis tercapai, bahkan berpotensi terlampaui.
Sebagai bentuk implementasi nyata, BIG secara simbolis menyerahkan peta dasar skala 1:5.000 kepada enam provinsi di Pulau Sulawesi. Langkah ini menjadi tonggak penting dalam pembangunan wilayah yang lebih tertata, efisien, dan berkelanjutan. Data geospasial berkualitas tinggi kini menjadi fondasi utama dalam pengambilan kebijakan tata ruang nasional yang transparan dan terukur.
Sumber: BIG