

Data Spasial Tunjukkan 19 Markas Militer AS di Timur Tengah
Amerika Serikat telah membangun jejak militer yang luas di kawasan Timur Tengah selama beberapa dekade terakhir, yang saat ini didukung oleh infrastruktur pertahanan permanen dan kehadiran militer besar di sejumlah negara strategis. Fokus terhadap data spasial militer menunjukkan bahwa terdapat setidaknya 19 fasilitas militer AS yang tersebar di berbagai titik utama kawasan, delapan di antaranya dianggap sebagai pangkalan permanen oleh banyak pihak.
Peta spasial fasilitas-fasilitas ini memperlihatkan konsentrasi kehadiran militer AS di negara-negara, seperti Bahrain, Mesir, Irak, Israel, Yordania, Kuwait, Qatar, Arab Saudi, Suriah, dan Uni Emirat Arab. Selain itu, pangkalan besar di Djibouti dan Turki secara signifikan mendukung operasi militer AS di Timur Tengah. Lokasi-lokasi ini tidak hanya strategis secara geografis, tetapi juga memungkinkan pelaksanaan operasi udara, laut, dan darat secara cepat dalam menghadapi ancaman regional.
Pascaserangan AS ke situs nuklir Iran pada Juni 2025, semua pangkalan militer AS berada dalam status siaga tinggi. Iran menyatakan bahwa aset militer AS di kawasan kini menjadi "target yang sah”.
Setelah Amerika Serikat melancarkan serangan terhadap situs nuklir Iran pada 21 Juni, dua hari kemudian Iran membalas dengan meluncurkan serangan ke Pangkalan Angkatan Udara Al Udeid milik AS di Qatar. Pangkalan ini merupakan markas bagi sekitar 10.000 personel militer Amerika dan menjadi markas komando depan dari Komando Pusat AS atau U.S. Central Command.
Dari sisi perjanjian militer, hampir seluruh negara tuan rumah dari pangkalan militer AS di kawasan memiliki kesepakatan resmi dengan Amerika Serikat, kecuali Suriah. Di negara tersebut, kehadiran pasukan AS sebelumnya ditentang oleh pemerintah. Namun, sejak Mei 2025, hubungan antara AS dan Suriah mulai mengalami normalisasi setelah Trump mengumumkan akan mencabut sanksi terhadap negara itu.
Sementara itu, Bahrain tetap menjadi lokasi strategis penting bagi militer AS. Negara ini menampung personel AS terbanyak secara permanen dan menjadi markas Armada Kelima Angkatan Laut AS atau U.S. Navy Fifth Fleet. Armada tersebut selama ini aktif menjalankan operasi besar di kawasan. Namun, sejak dimulainya pemerintahan Trump periode kedua, beberapa kapal perang telah ditarik kembali ke AS untuk mendukung pengamanan perbatasan dalam negeri.
Sumber: Council on Foreign Relations, ABC News
