

Geospasial Tematik Jadi Senjata Baru Pemerintah untuk Tata Ulang Pertanahan
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) resmi menyosialisasikan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pedoman Penyusunan Basis Data Informasi Geospasial Tematik (IGT) Pertanahan dalam sebuah webinar nasional yang dilaksanakan secara daring pada Rabu, 18 Juni 2025.
Kegiatan ini menjadi bagian dari langkah strategis pemerintah dalam memperkuat tata kelola pertanahan berbasis data spasial yang terstandar. Peraturan ini ditujukan untuk memastikan bahwa seluruh data geospasial tematik pertanahan yang disusun memiliki tiga karakteristik utama, yakni tersedia (available), dapat diandalkan (reliable), dan dapat digunakan (usable) dalam konteks pengambilan keputusan serta perencanaan pembangunan baik nasional maupun daerah.
Direktur Survei dan Pemetaan Tematik Kementerian ATR/BPN, Agus Apriawan, menjelaskan bahwa pedoman ini menyertakan skema alur kerja penyelenggaraan IGT yang sistematis, transparan, dan akuntabel. Dalam pemaparannya, Agus menyebutkan bahwa terdapat 29 jenis data IGT yang tersebar di enam direktorat teknis di lingkungan Kementerian ATR/BPN.
Masing-masing jenis IGT ini akan dikembangkan dan dikelola berdasarkan ketentuan dan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan dalam regulasi terbaru tersebut. Tujuannya adalah menciptakan keselarasan struktur data, konsistensi atribut dan topologi, serta keterpaduan dalam proses integrasi data ke dalam sistem nasional yang lebih besar, yaitu Kebijakan Satu Peta (KSP).
Instrumen Penting di Kebijakan Satu Peta
Kebijakan Satu Peta (KSP) merupakan inisiatif strategis pemerintah untuk menghindari tumpang tindih data dan konflik lahan antarsektor. Dalam forum yang sama, Direktur Pemetaan Tematik dari Badan Informasi Geospasial (BIG), Gatot Haryo Pramono, menegaskan pentingnya kepastian dan kualitas data geospasial tematik. Menurutnya, tanpa adanya standardisasi dan pengelolaan yang konsisten, pelaksanaan KSP tidak akan efektif.
Gatot juga menyoroti pentingnya integrasi lintas sektor yang sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2021 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta, serta Peraturan BIG Nomor 3 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Kompilasi dan Integrasi IGT. Melalui regulasi ini, penyusunan dan penyimpanan data IGT harus memenuhi prinsip keterbukaan, validitas, dan interoperabilitas.
Adapun aspek teknis dalam penyusunan basis data IGT dijabarkan secara rinci dalam peraturan yang berlaku, di antaranya mencakup spesifikasi produk data dan tata cara penyusunan sebelum akhirnya dapat dipublikasikan dan dimanfaatkan oleh khalayak umum. Dalam tiap tahapannya, setiap IGT diwajibkan memenuhi kaidah topologi dan konsistensi atribut, sebagaimana diatur dalam dokumen struktur data dan metadata sesuai standar nasional.
Langkah Besar untuk Masa Depan Geospasial Indonesia
Pendekatan geospasial tematik ini diharapkan menjadi instrumen utama dalam mewujudkan tata kelola pertanahan modern yang berbasis bukti (evidence-based policy). Dengan data yang andal, pemerintah dapat menyusun kebijakan pertanahan yang lebih presisi, mulai dari penataan ruang, reforma agraria, hingga percepatan investasi infrastruktur. Namun, tantangan implementasi kebijakan ini tidak ringan. Perbedaan kapasitas sumber daya manusia, belum meratanya infrastruktur digital di daerah, serta lemahnya integrasi sistem antar-instansi sering menjadi hambatan utama.
Untuk itu, Kementerian ATR/BPN dan BIG mendorong pelatihan teknis secara berkala, peningkatan literasi spasial di daerah, serta penguatan regulasi turunan yang mampu menjembatani pelaksanaan di lapangan. Kolaborasi lintas sektor melalui forum-forum koordinasi nasional juga dinilai penting agar terjadi sinkronisasi program serta pemanfaatan data IGT secara bersama.
Sosialisasi Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 1 Tahun 2025 ini menjadi momentum penting dalam perjalanan reformasi pertanahan Indonesia. Regulasi ini bukan hanya menyentuh aspek teknis data, melainkan juga menyangkut visi besar pemerintah untuk menjadikan informasi geospasial sebagai landasan pembangunan yang inklusif, partisipatif, dan berkelanjutan. Dengan ekosistem geospasial yang kuat, Indonesia dapat melangkah menuju tata ruang dan pertanahan yang lebih transparan, efisien, serta berdampak langsung bagi kesejahteraan masyarakat.
Sumber: ATR/BPN X
