Default Title
logo spatial highlights
Peta Dasar Skala Besar Jadi Prioritas di Proyek ILASP

Peta Dasar Skala Besar Jadi Prioritas di Proyek ILASP

Dalam upaya memperkuat fondasi pembangunan nasional berbasis ruang, pemerintah Indonesia melalui Badan Informasi Geospasial (BIG) menempatkan penyusunan peta dasar skala besar sebagai prioritas utama dalam proyek Integrated Land Administration and Spatial Planning (ILASP). Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Pemetaan Rupabumi Wilayah Darat Badan Informasi Geospasial (BIG), Ade Komara, dalam membuka rangkaian hari kedua Focus Group Discussion (FGD) Pengamanan Data dalam Produksi Peta Dasar pada 7 Oktober 2025 di Aula Utama Kantor BIG, Cibinong, Jawa Barat.

Image 1

Langkah ini menandai babak baru dalam transformasi tata kelola ruang, di mana keakuratan data spasial menjadi kunci untuk menciptakan sistem perencanaan yang efisien, transparan, dan berkelanjutan. Di tengah meningkatnya iklim investasi nasional, kebutuhan akan kepastian lokasi, batas wilayah, dan peruntukan lahan menjadi makin mendesak.

Peta dasar skala besar, terutama dengan skala 1:5.000, berperan sebagai tulang punggung penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), dokumen penting yang menentukan arah pengembangan wilayah, termasuk untuk perizinan investasi. BIG menegaskan bahwa tanpa peta dasar yang akurat, kualitas RDTR akan menurun, dan hal ini dapat berdampak pada kepastian hukum serta efektivitas pembangunan. Oleh karena itu, penyediaan peta dasar berskala besar untuk seluruh wilayah Indonesia menjadi prioritas yang tak dapat ditunda.

Baca juga: Peta Dasar Skala Besar Bakal Pangkas Biaya RDTR hingga 60%

Untuk mewujudkan ambisi besar ini, proyek ILASP didukung oleh pembiayaan pinjaman luar negeri dari World Bank. Langkah ini diambil mengingat keterbatasan anggaran nasional dan sumber daya manusia yang dimiliki BIG. Sebelumnya, pada tahun 2024, BIG telah berhasil menyelesaikan peta dasar 1:5.000 untuk wilayah Sulawesi menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, cakupan nasional membutuhkan dukungan yang lebih luas. Pembiayaan internasional melalui ILASP memungkinkan percepatan penyusunan peta dasar di wilayah lain dengan mengedepankan standar global dan kolaborasi lintas institusi.

Pelaksanaan proyek ILASP sendiri akan mengikuti regulasi internasional yang ditetapkan oleh World Bank. Oleh karena itu, pelaksana proyek bisa berasal dari luar negeri dan bekerja sama dengan pihak lokal dalam bentuk konsorsium nasional. Dalam proses ini, keamanan data geospasial menjadi isu yang sangat penting. Transfer data lintas batas dan sistem meningkatkan risiko kebocoran sehingga kebijakan sekuritas data harus diperketat agar kedaulatan informasi spasial Indonesia tetap terlindungi.

Proyek bernilai Rp10,448 triliun ini juga memiliki dampak strategis lintas sektor. Dana tersebut akan menopang lima bidang utama di bawah koordinasi Kementerian ATR/BPN, Kemendagri, dan BIG, yang sebelumnya terdampak kebijakan efisiensi sebagaimana diatur dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025. Lebih jauh, ILASP dirancang untuk memperkuat perencanaan tata ruang berbasis iklim, meningkatkan keamanan tenurial lahan, dan mengembangkan sistem informasi pertanahan modern. Dalam perspektif geospasial, proyek ini menjadi fondasi penting bagi Indonesia untuk mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dan adaptasi perubahan iklim melalui tata kelola ruang yang terintegrasi, akurat, dan berkeadilan.

Baca juga: BIG dan ISI Jalin Kolaborasi Dorong Percepatan ILASPP

+
+