

Proyek ILASP Sasar 8 Provinsi Baru di 2025, Perkuat Integrasi Data Spasial Nasional
Setelah menuntaskan pemetaan di enam provinsi di Pulau Sulawesi, proyek ambisius Integrated Land Administration and Spatial Planning (ILASP) kini melangkah lebih jauh. Tahun 2025 menjadi tonggak penting dengan target delapan provinsi baru yang akan dipetakan secara menyeluruh, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan.
Baca juga: Peta Dasar Skala Besar Jadi Prioritas di Proyek ILASP
Ekspansi wilayah ini bukan sekadar perluasan administratif, melainkan strategi geospasial yang dirancang untuk menutup kesenjangan data spasial antara kawasan barat dan timur Indonesia. Dengan wilayah padat penduduk, seperti Jawa, dan kawasan berpotensi sumber daya besar, seperti Kalimantan, ILASP berupaya memastikan setiap hektar lahan terpetakan dengan akurat dan sesuai fungsi ruangnya.
Program ILASP diluncurkan pemerintah sebagai langkah konkret mengatasi tumpang tindih lahan dan memperkuat integrasi tata ruang nasional. Melalui sinergi antara Kementerian ATR/BPN, Kemendagri, dan Badan Informasi Geospasial (BIG), proyek ini menekankan pentingnya data-driven spatial governance.
Kolaborasi lintas kementerian memungkinkan penyusunan kebijakan berbasis data spasial yang transparan sehingga tata ruang tidak lagi bergantung pada dokumen sektoral, melainkan pada peta interaktif yang mencerminkan kondisi aktual di lapangan. ILASP menjadi representasi bagaimana geospasial bukan sekadar alat teknis, melainkan juga fondasi untuk keadilan spasial dan keberlanjutan tata ruang nasional.
Berdasarkan keterangan dari akun resmi Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia, rencana jangka panjang ILASP hingga tahun 2029 mencakup lima komponen utama yang saling terkait. Pertama, perencanaan tata ruang responsif terhadap perubahan iklim, yang menyesuaikan zonasi dengan dinamika bencana dan cuaca ekstrem. Kedua, penguatan hak atas pertanahan dan pengelolaan lanskap, yang mendorong kepastian hukum agraria. Ketiga, sistem informasi pertanahan dan penilaian, sebagai basis data untuk investasi dan perencanaan fiskal. Keempat, peta dasar skala besar untuk aksi iklim, yang menyediakan detail spasial hingga tingkat desa. Kelima, manajemen proyek dan pengembangan kapasitas, yang menjamin keberlanjutan sumber daya manusia dan teknologi dalam ekosistem geospasial nasional.
Sejak Februari 2025, pinjaman senilai 653 juta USD dari World Bank, setara dengan Rp10,448 triliun, resmi dikucurkan untuk proyek ambisius ini. Dana ini menjadi suntikan penting setelah beberapa program geospasial sempat terhambat oleh kebijakan efisiensi fiskal sesuai Inpres Nomor 1 Tahun 2025.
Pendanaan tersebut diarahkan untuk memperkuat sistem digitalisasi lahan, pengembangan peta dasar, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia di tingkat daerah. Dengan 14 provinsi sudah terpetakan hingga akhir 2025, pemerintah masih memikul pekerjaan besar, yakni menyelesaikan pemetaan 24 provinsi tersisa hingga tahun 2029. ILASP bukan sekadar proyek teknokratis, melainkan juga investasi jangka panjang untuk memetakan masa depan ruang hidup Indonesia secara lebih adil, efisien, dan berkelanjutan.
