Default Title
logo spatial highlights
Jadi Proyek Non-APBN, ILASP Dapat Kucuran Dana 10 Triliun dari World Bank

Jadi Proyek Non-APBN, ILASP Dapat Kucuran Dana 10 Triliun dari World Bank

Setelah usulannya diterima oleh DPR RI pada bulan Februari 2025 yang lalu, pinjaman dana sebesar 653 juta USD untuk mendukung program Integrated Land Administration and Spatial Planning (ILASP) kini sudah memasuki tahap finalisasi oleh pihak World Bank. Program ini diprakarsai oleh tiga lembaga negara, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (ATR/BPN), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), serta Badan Informasi Geospasial.

Kucuran dana tersebut akan hadir dalam bentuk pinjaman senilai 10,448 triliun rupiah. Dana tersebut nantinya akan digunakan untuk mendukung lima sektor utama dari program-program kerja ATR/BPN, Kemendagri, serta BIG yang sebelumnya terancam karena adanya badai efisiensi sesuai Inpres Nomor 1 tahun 2025.

Proyek ILASP ini bertujuan memperkuat perencanaan tata ruang berbasis iklim, keamanan tenurial lahan, dan sistem informasi pertanahan modern. Proyek ini juga merupakan bagian dari strategi nasional untuk mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dan adaptasi perubahan iklim.

Lima Komponen Utama dalam Program ILASP

Salah satu pilar utama dari ILASP adalah pengembangan Perencanaan Tata Ruang Berbasis Iklim dengan alokasi dana sebesar US$105 juta. Komponen ini bertujuan untuk menghasilkan kebijakan tata ruang yang responsif terhadap risiko perubahan iklim melalui integrasi data geospasial resolusi tinggi dan analisis risiko iklim.

Dalam implementasinya, tentunya perencanaan ini tidak hanya berbasis teknokratis, tetapi juga partisipatif dengan melibatkan komunitas lokal secara aktif dalam proses identifikasi kawasan rawan, pengelolaan wilayah sensitif secara ekologis, serta penentuan zonasi pembangunan yang adaptif terhadap perubahan iklim. Misalnya, kawasan pesisir yang rentan terhadap kenaikan muka air laut atau daerah-daerah berisiko longsor akan diprioritaskan dalam upaya mitigasi dan adaptasi. Selain itu, penggunaan perangkat pemodelan iklim akan membantu dalam menyusun skenario masa depan yang lebih akurat sehingga keputusan tata ruang dapat lebih berkelanjutan dan berbasis bukti.

Selanjutnya, melalui komponen Penguatan Keamanan Tenurial dan Pengelolaan Lanskap yang dialokasikan sebesar US$177 juta, ILASP akan fokus pada pendaftaran, pemetaan, dan pengakuan hak atas tanah secara menyeluruh, terutama di wilayah yang selama ini belum terjangkau layanan pertanahan formal, termasuk komunitas adat dan masyarakat lokal di kawasan hutan atau pedesaan terpencil.

Tujuan utamanya adalah meningkatkan kepastian hukum atas kepemilikan dan penggunaan lahan, yang tidak hanya berdampak pada keadilan sosial, tetapi juga pada efektivitas pengelolaan lanskap secara berkelanjutan. Dengan adanya kepastian tenurial, masyarakat memiliki insentif untuk menjaga dan mengelola lahan secara lestari, mencegah konflik agraria, dan mendorong restorasi kawasan kritis.

Komponen ketiga, Sistem Informasi Pertanahan dan Penilaian, mendapatkan alokasi dana US$45 juta dan menjadi fondasi transformasi digital dalam administrasi pertanahan. Sistem ini akan memadukan data pertanahan dengan informasi nilai properti dan fungsi lahan dalam satu platform digital nasional.

Penerapan sistem ini tidak hanya akan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, tetapi juga memudahkan proses transaksi, pembaharuan hak, dan penilaian pajak berbasis data real-time. Dengan sistem ini, pemerintah daerah akan memiliki instrumen yang lebih andal untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pajak bumi dan bangunan (PBB) serta mendukung perencanaan pembangunan yang efisien dan terukur.

Komponen keempat yang menyerap dana terbesar, yakni Peta Dasar Skala Besar untuk Aksi Iklim sebesar US$292 juta, diarahkan untuk menghasilkan peta dasar dengan skala besar dan presisi tinggi yang mencakup seluruh wilayah Indonesia. Keberadaan peta ini sangat krusial untuk mendukung berbagai kebijakan sektoral, mulai dari mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, perencanaan infrastruktur, penanggulangan bencana, hingga perlindungan kawasan ekosistem penting.

Peta ini juga menjadi elemen fundamental dalam sistem informasi spasial nasional (INA-Geoportal) yang akan mengintegrasikan data dari berbagai sektor dan tingkat pemerintahan. Sebagai negara kepulauan dengan ribuan pulau, Indonesia sangat membutuhkan peta yang tidak hanya presisi dalam skala, tetapi juga akurat dalam representasi kondisi topografi dan penggunaan lahan.

Terakhir, untuk memastikan keberhasilan proyek secara menyeluruh, dialokasikan US$34 juta untuk Manajemen Proyek dan Peningkatan Kapasitas. Komponen ini mencakup penguatan kelembagaan, pelatihan sumber daya manusia, sistem pengawasan dan evaluasi, serta koordinasi lintas lembaga.

Dalam jangka panjang, peningkatan kapasitas ini diharapkan mampu menciptakan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan informasi geospasial, administrasi pertanahan, serta implementasi kebijakan tata ruang berbasis iklim. Tidak hanya sebagai proyek jangka pendek, komponen ini merupakan investasi dalam pembangunan kapasitas nasional untuk mewujudkan tata kelola lahan dan ruang yang inklusif, adaptif, dan berkelanjutan.

Berdasarkan penelusuran kami, saat ini status program ILASP tersebut sudah memasuki tahap finalisasi dengan status “Bank Approved” di laman utama situs World Bank. Kemungkinan besar, dana sebesar 653 juta USD tersebut akan diterima pada kuartal ketiga tahun 2025, dengan realisasi proyek paling cepat pada awal tahun 2026 mendatang.

Sebagai proyek non-APBN, ILASP tidak hanya menjawab tantangan efisiensi anggaran setelah dikeluarkannya Inpres Nomor 1 Tahun 2025, tetapi juga membuka jalan bagi sinergi lintas lembaga dalam menghadirkan data geospasial dan sistem pertanahan yang terintegrasi. Dengan lima komponen utama yang mencakup aspek perencanaan, legalitas, administrasi, data, hingga penguatan kapasitas kelembagaan, ILASP berpotensi menjadi tonggak penting dalam reformasi tata ruang dan administrasi pertanahan nasional.

Jika terealisasi sesuai rencana, ILASP tak hanya menjadi proyek teknokratis. Proyek ini juga menjadi tonggak transformatif menuju Indonesia yang lebih adaptif terhadap perubahan iklim, lebih adil dalam pengelolaan lahan, serta lebih siap menghadapi tantangan pembangunan ke depan.

Sumber: ATR BPN, Bank Dunia

+
+