

Menko AHY: Keberhasilan Pembangunan Nasional Bergantung pada Pemahaman Geografis
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menegaskan bahwa arah pembangunan nasional ke depan harus berorientasi pada ketangguhan, keberlanjutan, dan kesejahteraan (resilient, sustainable, and prosperous). Hal tersebut disampaikannya dalam kuliah umum yang digelar di Fakultas Teknik UGM, pada Rabu, 8 Oktober 2025, dilansir dari laman resmi FT UGM.
AHY menegaskan bahwa keberhasilan pembangunan nasional sangat bergantung pada pemahaman terhadap kondisi geografis Indonesia yang unik. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memerlukan strategi pembangunan yang berbasis data spasial agar setiap wilayah dapat tumbuh sesuai potensi dan karakter geografisnya.
Menurutnya, integrasi antarwilayah melalui sistem transportasi laut, udara, dan darat yang saling terhubung menjadi kunci pemerataan ekonomi nasional. “Jangan sampai kita hanya membangun bandara megah tanpa penumpang karena tidak terkoneksi dengan kawasan sekitarnya. Semua harus terintegrasi,” jelasnya.

AHY menjelaskan bahwa perubahan besar dalam tatanan dunia memengaruhi langsung arah kebijakan nasional. Dunia yang semula bipolar pasca-Perang Dunia II, kemudian unipolar, kini bergerak menuju sistem multipolar dengan rivalitas ekonomi dan politik antara kekuatan besar, seperti Amerika Serikat dan Tiongkok. Kondisi ini, menurutnya, menuntut Indonesia untuk mampu menempatkan diri secara strategis agar tetap mandiri, stabil, dan kompetitif.
“Pergeseran global ini memengaruhi stabilitas politik dan ekonomi negara berkembang, termasuk Indonesia. Karena itu, kita harus cermat membaca arah dunia agar tidak menjadi penonton di tengah perubahan,” ujarnya.
Selain geopolitik, AHY menekankan bahwa krisis iklim menjadi ancaman nyata bagi pembangunan. Ia mengingatkan bahwa perubahan iklim bukan lagi ancaman masa depan, melainkan persoalan yang sudah terjadi dan menuntut penanganan segera. Dampaknya mencakup kerentanan pangan, bencana alam, serta gangguan terhadap rantai pasok ekonomi nasional.
AHY menyoroti kondisi aktual Indonesia yang tengah berada di titik krusial pembangunan. Dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa, Indonesia memiliki peluang besar dari bonus demografi, di mana generasi muda mencakup lebih dari 50% penduduk. Namun, potensi ini hanya dapat menjadi kekuatan apabila diimbangi peningkatan kualitas pendidikan, keterampilan, serta penciptaan lapangan kerja yang inklusif. “Jumlah penduduk yang besar akan menjadi beban jika tidak dibarengi dengan kompetensi dan daya saing,” tegasnya.
Ia menambahkan, pemerataan kesejahteraan masih menjadi pekerjaan rumah besar karena sebagian besar masyarakat berada pada kelompok ekonomi menengah bawah. Sementara itu, tingkat pengangguran terbuka yang mencapai 4,76% menunjukkan perlunya inovasi kebijakan ekonomi, terutama dalam penyerapan tenaga kerja muda.
