Default Title
logo spatial highlights
Kebijakan Satu Peta Jadi Fondasi Pengelolaan Ekonomi Biru

Kebijakan Satu Peta Jadi Fondasi Pengelolaan Ekonomi Biru

Delegasi Ocean for Development Program (OfD) Norwegia melakukan kunjungan ke Kantor Badan Informasi Geospasial (BIG) pada Kamis, 7 Agustus 2025. Pertemuan ini menjadi forum strategis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman, khususnya terkait penyusunan Neraca Sumber Daya Laut (NSDL) di Indonesia. Fokus utama diskusi adalah peran sentral BIG dalam implementasi Kebijakan Satu Peta (KSP) yang menjadi tulang punggung tata kelola ruang maritim nasional.

Direktur Integrasi dan Sinkronisasi Informasi Geospasial Tematik (DISIGT) BIG, Lien Rosalina, menyampaikan apresiasi atas kehadiran tim delegasi Norwegia dan tim teknis penyusun NSDL nasional. "Harapannya di tahun 2025–2029 program terkait pengelolaan ekonomi biru ini akan terus berlanjut, sejalan dengan program penyusunan NSDL Indonesia yang telah dilaksanakan sejak 2020 oleh BIG, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Badan Pusat Statistik, Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Badan Riset dan Inovasi Nasional, dan Rekam Nusantara Foundation,” ujarnya dikutip dari laman resmi BIG.

NSDL berfungsi sebagai instrumen kuantitatif untuk mengukur aset kelautan yang sangat krusial dalam perencanaan pembangunan berkelanjutan, pengelolaan sumber daya laut secara efektif, serta perlindungan ekosistem pesisir. Penguatan ekonomi biru ini turut mendukung berbagai program lain, seperti konservasi laut, mitigasi bencana, pembangunan tanggul laut raksasa, hingga perlindungan pulau-pulau kecil terluar.

Baca juga: Peran Karbon Biru sebagai Pilar Mitigasi Krisis Iklim

Meski begitu, Lien menyoroti kendala belum meratanya ketersediaan citra satelit resolusi tinggi di seluruh Indonesia. “Peluang kerja sama dalam penyediaan citra satelit resolusi tinggi terbaru akan berguna dalam memastikan pembaruan berkala dari seluruh wilayah pemetaan nasional,” jelasnya.

Direktur Kelembagaan dan Jaringan Informasi Geospasial (KJIG) BIG, Rachman Rifai, menambahkan bahwa KSP lahir untuk mengatasi tumpang tindih perizinan yang awalnya mencapai 40%. Melalui kebijakan ini, tumpang tindih tersebut telah berhasil ditekan menjadi 10% dan terus diupayakan penurunannya. KSP juga diperkuat dengan prinsip keterbukaan data sehingga publik dapat mengakses informasi geospasial secara transparan. Namun, Lien menegaskan bahwa peta tematik harus mengacu pada peta dasar yang mutakhir. Tanpa pembaruan rutin, efektivitas implementasi KSP akan terhambat sehingga BIG menargetkan peta dasar skala besar dapat disebarkan dan dimanfaatkan secara luas.

Delegasi OfD Norwegia yang hadir mewakili Statistics Norway (SSB), The Norwegian Institute for Water Research (NIVA), dan GRID-Arendal menunjukkan antusiasme besar ketika mendalami kerangka kerja geospasial BIG. Wenting Chen, periset senior NIVA, menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan penelitian perairan, makroalga, hingga pemodelan habitat skala besar, dan hasilnya menunjukkan banyak perubahan dalam dua tahun terakhir.

Pertemuan ini diharapkan menjadi awal dari kerja sama teknis yang lebih erat antara BIG dan lembaga mitra Norwegia, guna memperkuat manajemen sumber daya laut berbasis data akurat. Hal ini sekaligus menegaskan Kebijakan Satu Peta sebagai fondasi kebijakan dalam mewujudkan tata kelola maritim yang transparan, terintegrasi, dan berkelanjutan di Indonesia.

Teks ini berwarna biruBaca juga: KKP Tegaskan 3 Pilar Utama Pemanfaatan Ruang Laut

+
+