Default Title
logo spatial highlights
Analisis Geospasial BMKG Sebut Gempa Bandung-Purwakarta Berasal dari Sesar Baru yang Belum Teridentifikasi

Analisis Geospasial BMKG Sebut Gempa Bandung-Purwakarta Berasal dari Sesar Baru yang Belum Teridentifikasi

Jawa Barat kembali diguncang fenomena geologi yang menarik perhatian publik. Getaran kecil yang terasa di beberapa wilayah Kabupaten Bandung dan Purwakarta menjadi tanda bahwa aktivitas tektonik pada lapisan bumi di kawasan tersebut tengah meningkat. Serangkaian gempa bermagnitudo rendah tercatat dalam selang waktu yang sangat berdekatan. Fenomena ini membuka kembali perbincangan tentang potensi sesar aktif di wilayah yang selama ini dikenal rawan gempa.

Dilansir dari detikJabar, rangkaian guncangan terjadi pada Selasa, 7 Oktober 2025 dini hari. Gempa pertama tercatat pada pukul 01.32 WIB dengan magnitudo 2,1 di koordinat 6.77 LS – 107.59 BT atau sekitar 11 kilometer timur laut Kabupaten Bandung pada kedalaman 33 kilometer. Beberapa menit kemudian, gempa kedua bermagnitudo 1,7 mengguncang di lokasi berdekatan. Tepat satu menit setelahnya, gempa ketiga bermagnitudo 2,2 terdeteksi di wilayah timur laut Kabupaten Purwakarta pada kedalaman 34 kilometer. Tiga kejadian ini menunjukkan pola spasial yang tidak acak, mengindikasikan adanya sumber tekanan bawah tanah yang saling berhubungan.

Analisis geospasial yang dilakukan BMKG terhadap rangkaian kejadian ini menunjukkan hasil menarik. Pusat gempa dari ketiga kejadian tersebut tidak berimpit dengan jalur Sesar Lembang maupun sesar besar lainnya yang telah teridentifikasi. Titik-titik episentrum yang membentuk garis memanjang ke arah timur laut menunjukkan adanya struktur sesar baru yang belum terpetakan.

Pola ini memperlihatkan dinamika kerak bumi di kawasan Bandung-Purwakarta yang ternyata lebih kompleks dari perkiraan sebelumnya. Berdasarkan data spasial, sesar baru ini mungkin berfungsi sebagai cabang minor dari sistem patahan besar di Jawa Barat, yang kini mulai aktif kembali akibat akumulasi tekanan tektonik regional.

Kendati demikian, BMKG menegaskan bahwa sesar baru ini memiliki magnitudo relatif kecil sehingga kecil kemungkinan memicu aktivitas dari sesar lain di sekitarnya. Energi gempa yang dilepaskan belum cukup kuat untuk menyebabkan deformasi lintas sesar. Namun, dari sudut pandang geospasial, fenomena ini tetap perlu mendapat perhatian serius karena menjadi indikasi bahwa pola tekanan di kerak bumi Jawa Barat sedang berubah. Setiap pergeseran kecil dapat menjadi petunjuk penting untuk memahami potensi gempa yang lebih besar di masa mendatang.

Temuan ini memperkuat urgensi mitigasi berbasis data geospasial di wilayah padat penduduk, seperti Bandung dan Purwakarta. Pemerintah daerah perlu memperbarui peta mikrozonasi seismik agar potensi bahaya dapat diantisipasi dengan akurat. Edukasi kebencanaan harus diperluas, terutama di daerah yang berada di sekitar jalur sesar aktif. Pemanfaatan teknologi geospasial dapat menjadi kunci dalam merancang strategi pembangunan yang tangguh terhadap bencana, memastikan setiap lapisan masyarakat memahami risiko yang ada, dan menumbuhkan budaya kesiapsiagaan menghadapi guncangan bumi yang kian tak terduga.

+
+