

BIG Tegaskan Kebijakan Satu Peta Jadi Fondasi untuk Atasi Konflik Lahan
Implementasi Kebijakan Satu Peta (KSP) menjadi langkah strategis pemerintah dalam mengatasi persoalan tumpang tindih lahan yang kerap memicu konflik agraria. Badan Informasi Geospasial (BIG) mencatat bahwa Peta Indikatif Tumpang Tindih Antar-informasi Geospasial Tematik (PITTI) berhasil menurunkan konflik lahan hingga 10,5 persen secara nasional dalam lima tahun terakhir. Data ini menunjukkan bahwa pemanfaatan teknologi geospasial bukan hanya sekadar instrumen teknis, melainkan juga fondasi penting dalam mewujudkan tata kelola ruang yang lebih adil dan berkelanjutan.
Di Sumatera Barat, penyelarasan data spasial bahkan telah memberikan dampak nyata dengan menurunkan tumpang tindih lahan sebesar 3 persen, atau setara 151 ribu hektare. Angka ini mencerminkan betapa pentingnya pemetaan yang akurat dalam mendukung pembangunan kehutanan yang berorientasi pada kepastian hukum. Menurut catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), konflik lahan di Indonesia sering kali dipicu oleh ketidakjelasan batas kawasan hutan dan izin perkebunan. Melalui pemanfaatan data geospasial, ketidaksesuaian tata ruang dapat diidentifikasi lebih cepat, termasuk kasus perkebunan sawit yang berada di kawasan hutan tanpa izin pelepasan.
Kehadiran Geoportal KSP 2.0 melalui laman onemap.big.go.id makin memperkuat keterbukaan data spasial. Publik kini dapat mengakses berbagai peta tematik, mulai dari batas wilayah, kawasan hutan, hingga data pemanfaatan lahan. Transparansi ini membuka ruang partisipasi masyarakat, akademisi, hingga pemerintah daerah untuk ikut serta dalam perencanaan pembangunan berbasis spasial.
Meski capaian positif telah terlihat, tantangan besar masih ada pada sinergi lintas sektor. Data spasial kerap kali terfragmentasi antara pusat dan daerah sehingga standardisasi dan integrasi mutlak diperlukan. Dengan konsistensi implementasi Kebijakan Satu Peta, pembangunan kehutanan diharapkan tidak hanya berorientasi pada produktivitas ekonomi, tetapi juga keberlanjutan ekologi.
Baca juga: Kebijakan Satu Peta Jadi Pilar Penertiban Kawasan Hutan

Upaya penguatan sumber daya manusia (SDM) di bidang geospasial pun menjadi bagian penting dalam kebijakan ini. Melalui bimbingan teknis yang diselenggarakan di Padang pada 26–27 Agustus 2025, peserta dari Kementerian Kehutanan, dinas daerah, hingga akademisi dibekali kemampuan mengakses, mengolah, dan menganalisis Informasi Geospasial Tematik (IGT). Dengan SDM yang lebih siap, pemanfaatan KSP diharapkan benar-benar bermuara pada tata kelola ruang yang adil, berkelanjutan, dan mendukung visi pembangunan nasional.
Baca juga: Kebijakan Satu Peta Jadi Fondasi Pengelolaan Ekonomi Biru
