Default Title
logo spatial highlights
Belajar dari Tragedi Al-Khoziny: Pentingnya Edukasi Mitigasi Risiko dalam Pembangunan Pesantren

Belajar dari Tragedi Al-Khoziny: Pentingnya Edukasi Mitigasi Risiko dalam Pembangunan Pesantren

Disclaimer: Tanpa mengurangi rasa hormat kepada para korban dan keluarga yang ditinggalkan, artikel ini ditujukan untuk memberikan sudut pandang lain agar dapat dijadikan pelajaran yang berharga bagi semua pihak.

Tragedi ambruknya bangunan Pondok Pesantren Al-Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, bukan hanya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga korban, tetapi juga menyisakan pelajaran penting tentang rapuhnya kesadaran keselamatan bangunan di Indonesia.

Ketika ratusan santri sedang khusyuk melaksanakan shalat berjamaah, lantai demi lantai bangunan empat tingkat itu runtuh dalam hitungan detik. Insiden ini menjadi cermin betapa masih lemahnya penerapan prinsip mitigasi risiko dalam pembangunan gedung di lembaga pendidikan, terutama di pesantren yang banyak berdiri dengan semangat swadaya, namun sayangnya tanpa perencanaan teknis yang memadai.

Kasus Al-Khoziny menjadi titik balik untuk melihat bahwa keselamatan konstruksi bukanlah urusan insinyur semata, melainkan juga bagian dari tanggung jawab sosial dan moral. Banyak pesantren di Indonesia dibangun berdasarkan gotong royong masyarakat, dengan niat mulia untuk menyediakan ruang belajar bagi santri. Namun, di balik niat baik itu, kerap terabaikan aspek paling mendasar, yaitu keamanan struktur bangunan. Tanpa perhitungan teknis yang tepat, fondasi yang kuat, serta pengawasan profesional, bangunan yang tampak kokoh bisa berubah menjadi ancaman bagi penghuninya.

Dalam pandangan para ahli teknik sipil, ambruknya bangunan Al-Khoziny bukanlah “musibah alam”, melainkan konsekuensi dari kegagalan konstruksi. Dilansir dari GarudaTV, kegagalan konstruksi ini bisa disebabkan oleh beberapa hal, seperti pembangunan yang dilakukan secara bertahap tanpa mempertimbangkan kekuatan struktur lama dan baru, penggunaan material di bawah standar, serta minimnya pengawasan teknis. Padahal, semua hal tersebut sebenarnya bisa diantisipasi melalui edukasi mitigasi yang memadai.

Baca juga: Bangunan Ponpes Roboh Akibat Kegagalan Struktur Bangunan, Ini Hal yang Harus Diperhatikan

Mitigasi risiko bukan sekadar istilah teknis, melainkan juga upaya sistematis untuk mencegah risiko keruntuhan sejak tahap perencanaan, pembangunan, hingga pemeliharaan. Edukasi tentang mitigasi berarti mengajarkan para pengelola pesantren, tukang, dan masyarakat umum untuk memahami dasar-dasar keselamatan konstruksi, seperti bagaimana memilih bahan bangunan yang sesuai standar, mengenali kondisi tanah yang rentan, dan memastikan proses pembangunan mengikuti kaidah teknik yang benar.

Di sisi lain, kesadaran mitigasi juga harus dibangun sejak dari dunia pendidikan. Institusi teknik dan universitas bisa berperan aktif dengan mengadakan pelatihan lapangan, program pengabdian masyarakat, atau audit bangunan pesantren. Langkah seperti ini tidak hanya membantu mencegah tragedi, tetapi juga menanamkan budaya berpikir ilmiah dan berbasis keselamatan di lingkungan masyarakat yang kerap mengandalkan cara-cara tradisional dalam membangun.

Pemerintah pun memiliki peran sentral dalam memperkuat ekosistem mitigasi risiko dalam pembangunan gedung. Diperlukan regulasi yang mewajibkan perencanaan teknis untuk setiap pembangunan fasilitas publik, termasuk pondok pesantren. Selain itu, dinas pekerjaan umum dan asosiasi profesi teknik sipil perlu mendorong program audit kelayakan bangunan di lembaga pendidikan. Pendampingan teknis dan sosialisasi tentang keamanan konstruksi dapat menjadi langkah konkret agar setiap pesantren memahami bahwa keselamatan bukan pilihan, melainkan kewajiban.

Edukasi mitigasi risiko dalam pembangunan gedung ini juga tak bisa dilepaskan dari persoalan anggaran. Banyak pesantren bergantung pada donasi masyarakat yang terbatas. Oleh karena itu, perlu ada skema bantuan pemerintah atau lembaga filantropi yang mendukung pembangunan sesuai standar teknis. Bantuan tersebut tidak hanya berbentuk dana, tetapi juga pendampingan teknis agar pembangunan dilakukan dengan benar dan aman.

Tragedi Al-Khoziny menjadi pengingat bahwa keselamatan tidak boleh dikorbankan demi efisiensi biaya atau percepatan pembangunan. Kesalahan kecil dalam perhitungan struktur bangunan dapat berakibat fatal bagi ratusan nyawa. Menjadi penting bagi setiap pengelola lembaga pendidikan untuk menjadikan edukasi mitigasi sebagai bagian dari budaya manajemen pesantren.

Baca juga: Menelaah Ambruknya Ponpes Al Khoziny Lewat Kacamata Geospasial: Antara Cacat Struktur atau Risiko Kebencanaan?

+
+