Default Title
logo spatial highlights
Data Scientist Kombinasikan Phyton dan Geospasial untuk Ungkap Rahasia Ulang Tahun

Data Scientist Kombinasikan Phyton dan Geospasial untuk Ungkap Rahasia Ulang Tahun

Kita semua merayakan ulang tahun setiap tahun di tanggal yang sama, setidaknya begitu yang tercatat di kalender. Namun, menurut sains, hari ulang tahun kita yang “sebenarnya” bisa saja jatuh lebih awal atau bahkan sehari setelah tanggal itu. Artikel “Know Your Real Birthday: Astronomical Computation and Geospatial-Temporal Analytics in Python” di Towards Data Science mengajak pembaca memahami sisi ilmiah di balik hal tersebut melalui perpaduan menarik antara astronomi, analisis geospasial, dan pemrograman Python.

Pada dasarnya, ulang tahun kalender hanyalah kesepakatan manusia berdasarkan sistem waktu Gregorian. Sementara itu, ulang tahun astronomis, atau yang disebut ulang tahun sejati (real birthday), adalah momen ketika Matahari kembali tepat di posisi langit yang sama seperti saat seseorang dilahirkan. Dengan kata lain, ulang tahun sejati bukan ditentukan oleh tanggal, melainkan oleh posisi Matahari terhadap Bumi.

Namun, posisi itu tidak sesederhana tampaknya. Bumi tidak mengorbit Matahari secara sempurna melingkar, melainkan sedikit elips. Akibatnya, kecepatan Bumi mengelilingi Matahari tidak konstan sehingga siklus “kembali ke posisi semula” tidak selalu terjadi tepat dalam 365 hari. Selain itu, faktor lokasi dan zona waktu membuat perhitungan menjadi lebih kompleks karena posisi Matahari terlihat berbeda bagi seseorang di Paris dibandingkan dengan yang berada di Tokyo pada waktu yang sama.

Image 1

Untuk memecahkan teka-teki tersebut, Chinmay Kakatkar, seorang data scientist, menggunakan kekuatan Python. Dengan memanfaatkan paket seperti Skyfield, Geopy, Timezonefinder, dan Pytz, ia merancang algoritma yang mampu menghitung momen pasti ketika Matahari kembali ke bujur ekliptik semula. Skyfield, misalnya, digunakan untuk memodelkan pergerakan Matahari dengan data astronomis presisi tinggi, sedangkan Geopy dan Timezonefinder membantu menyesuaikan perhitungan dengan lokasi dan zona waktu pengguna.

Langkah-langkahnya cukup rumit. Pertama, sistem menentukan posisi Matahari saat kelahiran berdasarkan data tempat dan waktu lahir. Lalu, ia mencari kapan di tahun tertentu Matahari akan berada di posisi yang sama persis, dengan ketelitian hingga ke level detik. Untuk mencapai tingkat akurasi ini, Kakatkar menggunakan metode pencarian numerik, seperti binary search, yang terus menyempitkan waktu hingga ditemukan titik konvergensi posisi Matahari yang identik.

Hasilnya mengejutkan. Dalam eksperimen Kakatkar, tiga orang yang lahir di Paris pada tahun yang sama ternyata memiliki “ulang tahun sejati” yang berbeda dari tanggal kalendernya. Seorang yang lahir 18 Januari, misalnya, menemukan ulang tahun astronomisnya jatuh pada 17 Januari di tahun ke-30. Seorang lagi yang lahir pada 29 Februari, tanggal langka yang hanya muncul di tahun kabisat, ternyata “berulang tahun” secara astronomis pada 28 Februari di tahun non-kabisat. Sementara, seseorang yang lahir pada 5 Mei dan merayakan ulang tahunnya di Tokyo, menemukan ulang tahun sejatinya justru terjadi pada 6 Mei waktu setempat, yaitu satu hari setelah tanggal lahir resminya.

Contoh tersebut menunjukkan betapa dinamisnya hubungan antara ruang, waktu, dan gerak benda langit. Dengan memahami hal ini, kita menyadari bahwa kalender hanyalah representasi praktis, bukan refleksi astronomis yang presisi.

Menariknya, pendekatan ilmiah ini tak hanya relevan untuk menentukan ulang tahun. Kombinasi perhitungan astronomi dan analisis spasial-temporal seperti ini juga bisa diterapkan pada berbagai bidang: mulai dari penentuan waktu terbit dan terbenam Matahari yang akurat, perhitungan posisi planet, hingga desain sistem panel surya dan penelitian arkeoastronomi.

+
+