

Tak Bisa Bersaing secara Teknologi, Singapura Pilih Peran sebagai Penyedia Data Geospasial
Persaingan industri luar angkasa global yang kian didominasi oleh negara-negara dengan kemampuan teknologi tinggi membuat Singapura mengambil langkah berbeda. Alih-alih terjun dalam perlombaan membangun roket dan satelit besar, negeri dengan lambang singa tersebut memilih menempatkan diri sebagai penyedia sekaligus pengolah data geospasial. Strategi ini bukan sekadar pilihan realistis, melainkan juga bentuk kecerdikan, dengan menjadikan data sebagai komoditas strategis yang mampu menopang ekonomi, mendukung riset, serta menjawab tantangan global seperti perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan.
Singapura menyadari bahwa menghadapi negara-negara dengan anggaran luar angkasa besar bukanlah jalan termudah. Jonathan Hung, Executive Director Office for Space Technology and Industry (OSTIn), menegaskan bahwa alih-alih bersaing dalam program antariksa besar, Singapura dapat memainkan peran di bidang analisis data. Keyakinan ini diperkuat dengan rencana menjadikan negeri tersebut sebagai geospatial hub regional. Sebagai dukungan konkret, OSTIn menambahkan dana sebesar S$60 juta untuk Space Technology Development Programme selama dua tahun ke depan.
Demi memuluskan usahanya tersebut, Singapura berdorong kolaborasi antarbidang, yaitu lewat OSTIn dan Singapore Land Authority (SLA), guna melahirkan Earth Observation Initiative (EOI) pada Februari 2025 yang lalu. Program ini mengintegrasikan data satelit penginderaan jauh, GNSS, pemetaan 3D, LiDAR, SAR, dan InSAR untuk memantau perubahan garis pantai, vegetasi, serta dataran. Lebih jauh, EOI juga difokuskan untuk menganalisis dampak perubahan iklim di Asia Tenggara.
Menurut OSTIn, sektor antariksa Singapura kini melibatkan sekitar 2.000 profesional dalam hampir 70 perusahaan yang bergerak di bidang satelit, analisis data, serta solusi berbasis AI/ML. Pemerintah menegaskan bahwa teknologi geospasial mampu menjawab berbagai tantangan global, mulai dari perubahan iklim, pengelolaan air, respons bencana, hingga ketahanan pangan dan kota pintar.
Investasi SDM Geospasial
Model yang ditunjukkan Singapura dapat menjadi inspirasi bagi banyak negara berkembang yang sering kali terkendala pada aspek pendanaan maupun kemampuan teknologi dalam membangun satelit atau roket. Dengan memilih fokus pada pengolahan dan analisis data geospasial, Singapura membuktikan bahwa kontribusi signifikan dalam sektor antariksa tidak selalu harus lahir dari kepemilikan perangkat canggih. Melalui investasi pada riset, pendidikan, serta penguatan sumber daya manusia, negara-negara dengan keterbatasan teknologi dapat tetap memainkan peran penting dalam menjawab tantangan melonjaknya permintaan pasar geospasial.
Pendekatan ini juga relevan dengan tantangan masa kini, di mana kebutuhan akan data spasial yang akurat makin mendesak untuk menangani isu perubahan iklim, tata kota, pangan, hingga mitigasi bencana. Alih-alih menghabiskan sumber daya untuk bersaing dalam perlombaan antariksa yang mahal, negara berkembang dapat mengarahkan energi mereka pada pembangunan kapasitas analisis, penguatan infrastruktur digital, dan kemitraan internasional. Dengan begitu, mereka bukan hanya mampu menjaga relevansi di tengah persaingan global, melainkan juga berkontribusi pada penyediaan solusi strategis bagi dunia melalui kekuatan data.
