Default Title
logo spatial highlights
Myanmar Manfaatkan Analisis Geospasial untuk Tingkatkan Sektor Peternakan dan Perikanan

Myanmar Manfaatkan Analisis Geospasial untuk Tingkatkan Sektor Peternakan dan Perikanan

Dalam era pertanian modern yang makin bergantung pada teknologi dan data, Myanmar mulai mengambil langkah strategis dengan memanfaatkan analisis geospasial untuk memperkuat sektor peternakan dan perikanan. Negara yang selama ini menghadapi tantangan ekonomi dan lingkungan tersebut berupaya mengoptimalkan sumber daya alamnya secara lebih efisien dan berkelanjutan. Melalui penelitian yang dipimpin oleh Belton Ben dan timnya dari International Food Policy Research Institute, Michigan State University yang berjudul “Geospatial Analysis Enables Combined Poultry–Fish Farm Monitoring in the Fragile State of Myanmar”, negara yang sebelumnya dikenal dengan Burma ini menunjukkan bagaimana pendekatan ilmiah berbasis spasial dapat membantu negara berkembang membangun sistem pangan yang tangguh di tengah perubahan iklim dan ketidakpastian ekonomi global.

Teknologi geospasial memiliki peran penting dalam transformasi pertanian ini. Dengan memanfaatkan citra satelit dan sistem informasi geografis (geographic information system—GIS), para peneliti dapat mengidentifikasi hubungan spasial antara lahan peternakan unggas dan kolam ikan. Pendekatan ini membuka peluang bagi petani untuk memahami keterkaitan antara kondisi lahan, kualitas air, serta potensi sumber daya di sekitar lokasi usaha mereka. Melalui visualisasi spasial, petani dapat menentukan lokasi optimal bagi kandang unggas dan kolam ikan untuk meningkatkan efisiensi produksi sekaligus menekan dampak lingkungan.

Penelitian tersebut juga mengungkapkan efisiensi dari sistem pertanian terpadu yang menggabungkan peternakan unggas dengan budidaya ikan. Limbah unggas, seperti kotoran ayam, dimanfaatkan sebagai pupuk organik yang memperkaya nutrisi air, membantu pertumbuhan plankton, dan menjadi pakan alami bagi ikan. Sebaliknya, ikan berperan dalam menjaga keseimbangan ekosistem kolam dengan mengendalikan populasi mikroorganisme berlebih. Sinergi ini menciptakan siklus pertanian yang hemat biaya, produktif, dan ramah lingkungan.

Dalam sebuah laporan, Bioengineer.org menyebutkan bahwa selain manfaat ekologis, sistem pertanian terpadu ini juga memberikan keuntungan ekonomi yang signifikan. Para petani dapat mendiversifikasi pendapatan melalui dua sumber produksi sehingga lebih tahan terhadap fluktuasi harga pasar. Analisis geospasial membantu mereka memahami dinamika wilayah dan menekan risiko gagal panen akibat perubahan iklim atau distribusi lahan yang tidak efisien.

Namun, keberhasilan sistem ini tidak hanya ditentukan oleh teknologi. Keterlibatan masyarakat juga berperan penting. Pelatihan dan pendampingan bagi petani menjadi kunci dalam menerapkan praktik pertanian berbasis data spasial. Dengan dukungan kebijakan pemerintah, seperti penyediaan akses data, infrastruktur digital, dan pembiayaan berkelanjutan, Myanmar berpotensi menjadi model pertanian terpadu di kawasan Asia Tenggara.

Melalui pemanfaatan analisis geospasial, Myanmar membuktikan bahwa inovasi teknologi mampu menjembatani kebutuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan. Pendekatan ini menjadi langkah nyata menuju sistem pangan yang tangguh, efisien, dan berkelanjutan bagi masa depan.

+
+