Rob Tenggelamkan Ratusan Hektare Lahan Pertanian, Pemerintah Didesak Realisasikan Giant Sea Wall
Bencana banjir rob yang terus menghantui wilayah pesisir utara Jawa, khususnya Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang, kembali menjadi sorotan. Selain merendam lahan pertanian dan merusak infrastruktur jalan, fenomena ini juga memperlihatkan urgensi penataan ruang pesisir berbasis mitigasi bencana.
Dalam kegiatan reses yang digelar di kawasan Pantai Kertosari, Kamis, 23 Oktober 2025, Anggota Komisi VI DPR RI Rizal Bawazier turun langsung meninjau kondisi spasial kawasan yang kian terancam oleh kenaikan muka air laut. Sejumlah kepala desa dan warga menyampaikan keluhan terkait dampak rob yang makin meluas. Kepala Desa Kertosari, Supriyanto, menjelaskan bahwa sebagian besar wilayahnya kini tidak lagi produktif akibat genangan air laut yang menetap.
“Kami mengalami permasalahan di mana banjir rob sampai ke permukiman dan yang paling parah adalah Desa Blendung. Karena mungkin hampir semua pemukiman tergenang air rob. Yang lainnya untuk lahan pertanian hampir semua, khususnya di Kertosari, itu hanya 20 persen yang masih bisa ditanami. Untuk kebon melati hampir semua tidak bisa kami tanami karena kena air semua, dan untuk pertambakan hampir sama, yaitu hampir 100 persen tidak bisa beroperasi,” keluhnya, dikutip dari Times Indonesia.
Kondisi tersebut menunjukkan bagaimana tekanan lingkungan pesisir telah mengubah karakter ruang hidup masyarakat. Lahan-lahan produktif perlahan bergeser menjadi kawasan tergenang, sementara akses jalan yang rusak memperburuk konektivitas antarwilayah. Dalam konteks spasial, perubahan ini menandakan perlunya intervensi tata ruang yang tangguh terhadap perubahan iklim dan kenaikan permukaan laut.
Rizal Bawazier menanggapi hal itu dengan menegaskan komitmennya untuk memperjuangkan solusi jangka panjang melalui proyek tanggul laut raksasa. “Untuk daerah Ulujami Kabupaten Pemalang, Pekalongan Kota, sama Batang sebelah barat itu saya minta di 2026 agar segera diwujudkan pembagian tanggul raksasa,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa pihaknya akan terus mendorong pemerintah agar proyek tersebut segera direalisasikan. “Kami fokusnya ke Pak Menteri AHY karena program ini adalah program presiden ke Pak Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) selaku Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan. Kami desak terus supaya diprioritaskan. Kita nggak mau pakai mangrove, kita maunya jenis tanggul atau Giant Sea Wall (GSW),” ujarnya.
Respons Pemerintah Pusat
Dari sisi pemerintah pusat, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkapkan bahwa proyek Giant Sea Wall tengah dalam tahap penjajakan pendanaan. Ia menilai, upaya ini sangat mendesak untuk melindungi kawasan pesisir Pantura yang menjadi rumah bagi jutaan penduduk.
“Proyek Giant Sea Wall ini sangat besar dan membutuhkan pembiayaan yang juga tidak kecil. Kami membuka peluang kerja sama dengan satu atau beberapa negara, dan proses penjajakan ini terus berjalan,” kata AHY dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa, 21 Oktober 2025.
Menurutnya, penurunan muka tanah di pantai utara Jawa telah mencapai 1 hingga 1,5 sentimeter per tahun. Jika dibiarkan, kondisi tersebut dapat mengancam kehidupan sekitar 50 juta penduduk yang bermukim di kawasan pesisir. “Kalau kita tidak melakukan apa-apa, setiap tahun bisa terjadi penurunan permukaan tanah 10 hingga 15 sentimeter seperti yang sudah terjadi di Jakarta Utara,” ujarnya.
Selain fungsi proteksi, proyek ini memiliki dimensi spasial yang lebih luas. Tanggul laut tidak hanya melindungi permukiman, tetapi juga menjaga keberlanjutan kawasan ekonomi strategis di pesisir utara Jawa, mulai dari jalur logistik nasional hingga sentra industri.
Presiden Prabowo Subianto sebelumnya juga telah menegaskan komitmen pemerintah untuk mempercepat pembangunan tanggul laut yang sudah direncanakan sejak 1995. “Tidak ada lagi penundaan. Kami akan kerjakan segera,” tegasnya dalam pembukaan International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 di Jakarta, Juni lalu.
Proyek Giant Sea Wall dirancang membentang dari pesisir Banten hingga Gresik, Jawa Timur, sepanjang 500 kilometer. Pemerintah memperkirakan pembangunan akan memakan waktu 8 hingga 10 tahun untuk wilayah Jakarta, serta 15 hingga 20 tahun untuk keseluruhan Pantura, dengan kebutuhan dana mencapai US$80 miliar.
Tahap awal proyek akan difokuskan pada wilayah paling rentan terhadap banjir rob seperti Jakarta, Semarang, Pekalongan, dan Brebes. Pemerintah juga telah membentuk Badan Otorita Tanggul Laut Pantura Jawa untuk mengoordinasikan pembangunan dan pengawasan proyek ini secara terintegrasi.
