Default Title
logo spatial highlights
KKP Usulkan Waterfront City Integrasikan Tata Ruang Pesisir, Apa Itu Waterfront City?

KKP Usulkan Waterfront City Integrasikan Tata Ruang Pesisir, Apa Itu Waterfront City?

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengusung konsep waterfront city sebagai strategi baru dalam menyatukan penataan ruang laut dan darat. Konsep ini diharapkan mampu menciptakan kawasan pesisir yang berkelanjutan, produktif, dan berdaya saing tinggi, sekaligus menjadi model pembangunan terpadu di wilayah pesisir Indonesia.

Direktur Jenderal Penataan Ruang Laut (PRL) KKP, Kartika Listriana, menjelaskan bahwa keterpaduan perencanaan ruang darat dan laut sangat penting untuk mencegah konflik pemanfaatan ruang, mengurangi tumpang tindih kebijakan, serta meningkatkan efisiensi investasi. “Sebagai modelling penataan ruang laut dan darat, KKP akan mengembangkan kawasan waterfront city yang terencana dan terintegrasi. Lokasi tersebut mencakup kawasan Sabang, Batang, Bitung, Morotai, Marunda, Semarang, dan Surabaya,” jelas Kartika dalam keterangan di Jakarta, Jumat, 17 Oktober 2025, dikutip dari ANTARA.

Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Sarjana Oseanografi Indonesia yang digelar di Semarang, Jawa Tengah. Acara itu juga bertepatan dengan peringatan Bulan Bakti Kelautan dan Perikanan dalam rangka HUT ke-26 KKP.

Kartika memaparkan, pengembangan kawasan waterfront city dirancang tidak hanya untuk meningkatkan nilai ekonomi melalui sektor pariwisata dan kegiatan komersial, tetapi juga untuk memperbaiki kualitas lingkungan dan menjaga kelestarian ekosistem pesisir. Ia menambahkan, konsep tersebut diarahkan untuk menciptakan kawasan perkotaan yang layak huni, adaptif terhadap perubahan iklim, serta menarik bagi masyarakat dan investor.

Lebih lanjut, Kartika menekankan bahwa integrasi antara darat, laut, dan pulau-pulau kecil menjadi prasyarat utama dalam mewujudkan pengelolaan wilayah pesisir yang berkelanjutan. Namun, keberhasilan program ini juga sangat bergantung pada kolaborasi lintas sektor untuk memastikan pengelolaan ruang laut yang inklusif, adaptif, dan berorientasi pada keberlanjutan jangka panjang.

Menurutnya, diperlukan penguatan jejaring kerja antara pemerintah pusat, daerah, perguruan tinggi, pelaku usaha, dan masyarakat pesisir. Keterlibatan berbagai pihak tersebut penting dalam proses perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi kebijakan ruang laut agar hasilnya benar-benar dirasakan secara merata.

Apa itu Waterfront City?

Gagasan waterfront city kini menjadi salah satu pendekatan modern dalam pembangunan wilayah pesisir di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Secara sederhana, waterfront city berarti kawasan perkotaan yang berada di tepi perairan yang dikembangkan secara terencana agar menjadi ruang hidup yang produktif, estetis, dan berkelanjutan.

Konsep ini bukanlah hal baru. Sejak masa lampau, banyak kota besar tumbuh di tepi air karena faktor perdagangan, pelayaran, dan akses transportasi. Namun, seiring waktu, wilayah pesisir atau sungai di banyak kota sering kali mengalami degradasi fungsi akibat industrialisasi dan padatnya aktivitas manusia. Waterfront city hadir sebagai upaya untuk “mengembalikan” kawasan tepi air menjadi ruang yang harmonis antara manusia dan alam.

Istilah waterfront city sendiri, dilansir dari 99.co, mulai dikenal luas pada era 1980-an, ketika sejumlah kota di dunia seperti San Francisco dan Baltimore melakukan revitalisasi pelabuhan lama menjadi ruang publik dan kawasan komersial yang menarik. Sejak saat itu, konsep waterfront city berkembang menjadi simbol keseimbangan antara modernitas dan keberlanjutan.

Prinsip pembangunan waterfront city mencakup beberapa hal penting. Pertama, kolaborasi lintas pihak, karena pengembangan kawasan tepi air membutuhkan sinergi antara pemerintah, pengembang, akademisi, dan masyarakat lokal. Kedua, pemanfaatan potensi lokal, di mana setiap kawasan waterfront harus mencerminkan karakter dan budaya setempat agar tidak kehilangan jati diri. Ketiga, keberagaman aktivitas, yakni kawasan tepi air harus menjadi ruang publik yang hidup, di mana warga bisa berinteraksi dengan lingkungan sekitar.

Selain itu, desain waterfront city juga memperhatikan aspek ekologis. Wilayah tepi air kerap rentan terhadap abrasi, banjir, dan kenaikan muka air laut. Oleh karena itu, rancangan tata ruangnya biasanya dilengkapi dengan sistem penahan gelombang, area resapan air, dan vegetasi alami, seperti mangrove, untuk menjaga keseimbangan ekosistem.

+
+