

Qatar Hentikan Seluruh Kapal Akibat Gangguan GPS, Mengapa Bisa Terjadi?
Ada sebuah negara yang menggantungkan ekonomi pada lautan, tiba-tiba harus menekan tombol “pause” bagi semua kapalnya. Itulah yang baru saja terjadi di Qatar. Pemerintah negara kaya gas alam ini mengeluarkan perintah luar biasa. Seluruh kapal di perairan Qatar diminta berhenti berlayar akibat gangguan besar pada sistem GPS.
Sekilas terdengar seperti masalah teknis sepele karena sekadar sinyal yang error. Namun, di dunia maritim modern, gangguan GPS bisa berarti lumpuhnya seluruh sistem navigasi, mulai dari peta digital, radar pelacakan, hingga komunikasi antarkapal. Qatar sebagai salah satu pusat ekspor LNG terbesar di dunia tentu tak mau mengambil risiko sekecil apa pun.
Insiden ini berawal dari laporan aneh para kapten kapal yang tiba-tiba kehilangan sinyal GPS di tengah pelayaran. Posisi kapal di layar navigasi “melompat” ke lokasi lain. Bahkan, ada yang terlihat berada di daratan. Fenomena seperti ini disebut GPS spoofing, yaitu ketika sistem navigasi menerima sinyal palsu seolah-olah berasal dari satelit asli.
Masalah ini bukan kali pertama terjadi di kawasan Teluk. Dalam beberapa bulan terakhir, wilayah seperti Selat Hormuz dan Laut Merah kerap menjadi “zona merah” gangguan GPS. Beberapa kapal bahkan dilaporkan nyaris bertabrakan karena sistem navigasi mereka salah arah.

Bagi Qatar, situasi semacam ini terlalu berisiko. Menurut laporan SAFETY4SEA, pemerintah pun memutuskan untuk menghentikan semua pergerakan kapal pada 4 Oktober 2025, terutama di jalur menuju terminal ekspor minyak dan gas. Navigasi malam hari juga dibatasi ketat. Dari pukul 6 sore hingga 5 pagi, kapal dilarang berlayar di kanal utama.
Kasus di Qatar menjadi pengingat keras bahwa dunia kini terlalu bergantung pada GPS. Hampir semua kapal modern mengandalkan sistem satelit ini untuk menentukan posisi, kecepatan, dan arah. Tanpa GPS, mereka ibarat “buta di laut lepas”.
Dilansir dari Splash247, data dari perusahaan komunikasi maritim Marlink menunjukkan bahwa laporan gangguan GPS melonjak drastis: dari satu kasus setiap dua minggu, kini mencapai lebih dari 150 insiden per hari di tahun 2025. Fenomena ini bukan hanya disebabkan oleh gangguan teknis alami, tetapi juga diduga kuat terkait perang elektronik di kawasan geopolitik yang sensitif.
Beberapa analis menilai bahwa gangguan semacam ini bisa menjadi bentuk serangan siber maritim sebagai salah satu upaya untuk mengacaukan jalur logistik atau melumpuhkan ekspor energi. Bagi Qatar, yang ekonominya bergantung pada ekspor LNG, ancaman ini bisa berdampak miliaran dolar.
