

Pencurian Alat Peringatan Dini: Ketika Nyawa Jadi Taruhan di Wilayah Rawan Bencana
Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di atas cincin api, memiliki risiko tinggi terhadap gempa bumi dan tsunami. Dalam kondisi tersebut, kehadiran sistem peringatan dini merupakan elemen vital untuk meminimalkan dampak bencana terhadap masyarakat. Namun, belakangan ini justru muncul ironi, dimana alat-alat peringatan dini gempa dan tsunami yang seharusnya menyelamatkan ribuan nyawa, malah menjadi sasaran pencurian. Dua insiden terbaru yang terjadi pada tahun 2025 di Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali mengungkap rapuhnya perlindungan terhadap infrastruktur kebencanaan yang sangat penting.
Insiden di Stasiun Pasut Baing, NTT Bahaya Tanpa Deteksi
Terbaru, Pada 27 April 2025, alat pemantau pasang surut laut atau Stasiun Tide Gauge milik BMKG yang berada di Baing, Nusa Tenggara Timur, dilaporkan hilang akibat pencurian. Dampak dari kehilangan ini sangat serius. Data pasang surut laut yang biasa dikirim secara real-time untuk mendukung sistem peringatan dini tsunami menjadi terputus. Ini berarti jika terjadi gempa bumi bawah laut yang berpotensi tsunami, masyarakat di wilayah terdampak tidak akan mendapatkan peringatan dini secara otomatis. Tsunami bisa datang secara tiba-tiba tanpa sinyal bahaya, memperbesar potensi korban jiwa.
Padahal, NTT merupakan salah satu wilayah rawan bencana tsunami karena berada di zona subduksi aktif. Berdasarkan kajian Pusat Studi Gempa Nasional (PUSGEN), wilayah ini kerap mengalami aktivitas seismik yang signifikan dan memiliki sejarah panjang bencana tsunami, termasuk peristiwa tsunami Flores tahun 1992 yang menewaskan lebih dari 2.000 orang. Oleh sebab itu, kehilangan alat pantau di wilayah seperti Baing bukan sekadar kerugian material, melainkan juga ancaman langsung terhadap keselamatan publik.
Kejadian Berulang di Sulawesi Selatan, Jadi Bukti Lemahnya Pengawasan
Tak hanya di NTT, 3 bulan sebelumnya, tepatnya pada Februari 2025, alat monitoring gempa dan peringatan dini tsunami milik BMKG yang berada di Desa Buae, Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, juga dicuri. Dalam peristiwa itu, pelaku mengambil enam aki dan dua panel surya, yang merupakan komponen vital yang menjadi sumber daya sistem monitoring. Lebih mirisnya lagi, ini adalah kali keempat alat di lokasi tersebut menjadi korban pencurian sejak 2015.
Sidrap bukanlah wilayah tanpa risiko. Kawasan ini dilalui oleh Sesar Walanae, sebuah patahan aktif yang dikategorikan sebagai sesar regional, bukan mikro. Menurut PUSGEN, potensi gempa dari sesar ini bisa mencapai magnitudo 7,1. Hal ini menjadikan wilayah tersebut termasuk kategori rawan tinggi dalam pemetaan geospasial bencana. Maka, ketiadaan alat pantau yang berfungsi di wilayah ini adalah bentuk kelalaian yang bisa berakibat fatal jika terjadi aktivitas seismik besar.
Urgensi Pengamanan dan Edukasi Publik
Data dari BMKG menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 2015 hingga 2025, setidaknya ada 15 kasus pencurian atau perusakan alat peringatan dini yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia seperti Garut, Bengkulu, Aceh Selatan, Jambi, hingga Papua Barat. Fenomena ini mengindikasikan kegagalan sistemik dalam menjaga aset vital negara dan mengarah pada krisis kepercayaan terhadap kemampuan negara melindungi rakyat dari ancaman bencana.
Menghadapi tren pencurian yang mengkhawatirkan ini, pemerintah bersama BMKG perlu mengambil langkah strategis dan kolaboratif. Peningkatan keamanan fisik di lokasi alat monitoring menjadi hal pertama yang harus dilakukan, misalnya dengan pemasangan kamera pengawas, pagar pengaman, dan alarm sensor gerak. Selain itu, edukasi publik juga sangat penting. Banyak masyarakat yang tidak memahami fungsi alat-alat ini, sehingga rawan menjadi korban hoaks atau bahkan menjual alat curian tanpa mengetahui bahayanya.
Koordinasi antar lembaga juga harus diperkuat, termasuk dengan aparat penegak hukum untuk memproses hukum pelaku pencurian secara tegas sebagai efek jera.
Ketika Alat Peringatan Dini Menjadi Simbol Ketidakpedulian
Dua kasus pencurian alat peringatan dini yang terjadi di tahun 2025 ini seharusnya menjadi alarm keras bagi pemerintah dan masyarakat. Dalam negara yang dikelilingi oleh ancaman geologis seperti Indonesia, keberadaan sistem peringatan dini bukanlah kemewahan, melainkan kebutuhan dasar.
Ketika alat-alat ini dibiarkan tanpa perlindungan dan rentan dicuri, maka yang dipertaruhkan bukan sekadar data, tetapi nyawa manusia. Sudah saatnya kita memperlakukan infrastruktur kebencanaan dengan rasa hormat yang layak sebagai penjaga hidup, bukan sekadar peralatan biasa.
Sumber: IDN Times, detik sulsel