

Menteri Nusron Beberkan Peran Mahasiswa dalam Perubahan Tata Ruang
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, membeberkan peran mahasiswa dalam perubahan tata ruang dan pertanahan. Dalam kuliah pakar yang digelar di Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA), ia mengatakan bahwa mahasiswa adalah kekuatan intelektual dalam menghadapi tantangan ketimpangan sosial, serta dalam upaya mendorong perubahan di bidang tata ruang dan pertanahan.
“Kekuatan politik dan kekuatan intelektual adalah kunci untuk mengubah keadaan ini. Dulu, negara memberikan konsesi tanah kepada pengusaha, dengan harapan tanah tersebut dapat diberdayakan secara optimal dan menciptakan efek berganda yang mendorong pemerataan pembangunan, serta distribusi pendapatan. Namun, hasilnya belum optimal dan perlu dikoreksi. Nah, apakah mahasiswa punya peran untuk mengoreksi? Punya, karena mahasiswa adalah bagian dari kekuatan intelektual,” sebut Menteri Nusron dilansir dari laman resmi Kementerian ATR/BPN.
Dalam pidatonya yang bertemakan “Agilitas, Adaptabilitas, Kreativitas, dan Inovasi: Tantangan Kepemimpinan Masa Depan”, Menteri Nusron menegaskan bahwa perubahan tata kelola pertanahan tidak bisa dilakukan secara instan. Menurutnya, langkah tersebut harus ditempuh secara bertahap agar tidak menimbulkan konflik, serta dilakukan melalui proses negosiasi dan kolaborasi antarpemangku kepentingan.
Peran Mahasiswa
Dalam berbagai forum, sering ditegaskan bahwa ketimpangan agraria yang berlangsung selama puluhan tahun tidak dapat diselesaikan hanya melalui pendekatan administratif atau kebijakan yang bersifat teknis. Dibutuhkan dorongan kritis dan partisipasi aktif dari masyarakat intelektual untuk mengoreksi ketimpangan struktural yang selama ini terjadi. Salah satu bentuk ketimpangan tersebut adalah pemberian konsesi tanah secara masif kepada pelaku usaha besar, dengan asumsi bahwa hal ini akan menciptakan efek berantai bagi pembangunan. Namun, realitas menunjukkan bahwa pemerataan belum sepenuhnya tercapai, dan koreksi kebijakan menjadi suatu keniscayaan.
Di sinilah, mahasiswa memainkan peran penting. Sebagai bagian dari kekuatan intelektual, mereka memiliki kapasitas untuk menelaah ulang paradigma lama, serta mendorong lahirnya model-model baru dalam kebijakan pertanahan dan tata ruang. Perubahan ini tidak bisa dilakukan secara instan atau sepihak. Transformasi agraria membutuhkan proses yang bertahap, dialog lintas sektor, serta kolaborasi antara pemerintah, masyarakat sipil, dunia akademik, dan pelaku usaha.
“Mahasiswa bukan hanya peserta pendidikan tinggi, tetapi juga bagian dari kekuatan intelektual bangsa yang punya tanggung jawab besar terhadap masa depan negeri ini. Jadi, para mahasiswa, terutama mahasiswa UNUSA ini, harus memiliki kemampuan beradaptasi dengan situasi, serta terus mengembangkan kreativitas dan inovasi agar mampu bersaing dan bertahan dalam berbagai situasi,” tegas Menteri Nusron.
Salah satu area yang menjadi titik tekan dalam transformasi ini adalah kebijakan redistribusi tanah. Pendekatan yang lebih partisipatif, seperti kewajiban pola kemitraan plasma, menjadi salah satu opsi untuk mendorong kesetaraan dan keberlanjutan. Prinsip utamanya adalah menjamin bahwa akses terhadap tanah tidak hanya dimonopoli oleh pemilik modal besar, tetapi juga tersedia bagi petani kecil dan masyarakat adat yang selama ini terpinggirkan.
Lebih dari itu, penguatan peran mahasiswa dalam proses perubahan bukan hanya persoalan teknis atau kebijakan, tetapi juga soal nilai dan keyakinan. Perubahan besar dalam sejarah bangsa sering kali dimulai dari ruang kelas, forum diskusi, dan gerakan moral yang diinisiasi oleh kaum muda.
Sumber: Kementerian ATR/BPN, UNUSA