Default Title
logo spatial highlights
Menteri Kehutanan Tegaskan Pentingnya Pemetaan Lahan Hutan Adat

Menteri Kehutanan Tegaskan Pentingnya Pemetaan Lahan Hutan Adat

Dalam rapat terbatas Satuan Tugas Percepatan Penetapan Hutan Adat yang digelar pada Selasa, 1 Juli 2025, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menekankan pentingnya pemetaan lahan secara menyeluruh sebagai langkah strategis dalam percepatan penetapan hutan adat. Rapat tersebut turut dihadiri oleh Wakil Menteri Kehutanan Sulaiman Umar Siddiq, Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan Mahfudz, serta berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan organisasi masyarakat sipil (CSO) yang tergabung dalam Seknas Satgas.

Dalam arahannya, Menteri Raja Juli menyampaikan bahwa pemetaan lahan yang mencakup wilayah-wilayah dengan potensi penetapan hutan adat, khususnya yang memiliki tingkat permasalahan rendah, perlu segera dilakukan. Ia juga menegaskan pentingnya masukan dari CSO dalam proses identifikasi dan verifikasi lapangan, mengingat peran mereka yang strategis dalam mendampingi komunitas adat di tingkat tapak.

“Perlunya pemetaan potensi penetapan hutan adat yang terdapat sedikit permasalahan dan potensial ditetapkan dengan masukan-masukan dari kalangan CSO—Organisasi Masyarakat Sipil—yang juga anggota Seknas Satgas,” jelasnya, dikutip dari Antara pada Rabu, 2 Juli 2025.

Rapat tersebut juga menjadi forum koordinasi antarlembaga yang mendukung kerja Satgas sebagai ruang kolaboratif lintas sektor. Direktur Pengakuan dan Perlindungan Hutan Adat (PKTHA), Julmansyah, melaporkan sejumlah capaian dan langkah koordinatif Seknas Satgas selama Mei hingga Juni 2025.

Salah satu capaian utama ialah kemajuan penetapan hutan adat yang telah mencakup luas lahan sebesar 50.984 hektare. Di samping itu, telah dilakukan diskusi bersama mitra internasional, seperti Kedutaan Besar Norwegia, Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), dan United Nations Development Programme (UNDP), guna memperkuat dukungan teknis dan pendanaan dalam proses pemetaan dan penetapan.

Julmansyah juga mengungkapkan bahwa pendekatan informal melalui dialog dengan berbagai organisasi masyarakat sipil telah dilakukan guna mengidentifikasi tantangan dan peluang percepatan di berbagai wilayah. Salah satu isu teknis yang mencuat dalam pembahasan ialah mengenai status wilayah adat yang telah keluar dari kawasan hutan negara, namun tetap dikategorikan sebagai kawasan hutan. Isu ini diangkat oleh Dr. Soeryo Prabowo dari IPB, yang menekankan perlunya kejelasan tata kelola spasial agar tidak menimbulkan tumpang tindih kebijakan dan konflik penggunaan lahan di kemudian hari.

Sumber: Antara, Riau Online, Agro Indonesia

+
+