

Mamuju Tengah Gunakan Geospasial untuk Atasi Akurasi Data Pajak dan Pertanahan, Bisakah?
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Daerah (BPKPAD) Kabupaten Mamuju Tengah, Imansyah, merancang Proyek Perubahan 2025 sebagai langkah strategis untuk membenahi persoalan data pajak dan pertanahan di daerahnya. Inisiatif ini diwujudkan melalui program bernama Geopasti PBB-P2, sebuah sistem geospasial untuk pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2). Sistem tersebut diharapkan menjadi solusi konkret terhadap berbagai persoalan akurasi data yang selama ini menghambat proses pemungutan pajak.
“Kami menganalisis masih ada ketidaksesuaian antara sertifikat tanah dengan titik wilayah sehingga pemutakhiran PBB-P2 terkendala,” ujar Imansyah saat dikonfirmasi pada Senin, dilansir dari laman Katinting.
Ia menguraikan bahwa proyek ini lahir dari tiga permasalahan utama. Pertama, adanya ketidakcocokan antara data objek pajak dan sertifikat tanah. Kedua, kepercayaan masyarakat terhadap sistem PBB-P2 menurunnya. Terakhir, potensi konflik pertanahan muncul akibat ketidakjelasan data.
Proyek ini dirancang untuk memperbarui data PBB-P2 berbasis geospasial, terutama pada wilayah yang memiliki objek pajak tinggi dan rawan kesalahan data. Selain itu, proyek ini mengintegrasikan data sertifikat tanah milik Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan Sistem Informasi Objek Pajak (SISMIOP) melalui sebuah dasbor internal. “Juga mencakup pemutakhiran data di lima kecamatan terlebih dahulu,” tambahnya.
Sebagai pemrakarsa dalam proyek perubahan tersebut, Imansyah menegaskan bahwa manfaat program ini dirancang untuk jangka panjang. Ia menekankan pentingnya efisiensi dan akurasi data guna meminimalkan risiko kesalahan dalam penetapan pajak.
Proyek ini juga diyakini dapat mendorong terciptanya pelayanan yang lebih transparan, dengan proses yang lebih cepat dan tepat sasaran. “Dan penting adalah dampak ekonomi, dipicu oleh efisiensi biaya administrasi hingga 40% dibanding metode manual,” terang Imansyah.
Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa proyek ini juga memberikan kontribusi langsung terhadap peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) melalui optimalisasi pemungutan pajak yang berbasis pada data yang valid. Di sisi lain, proyek ini juga mampu menekan biaya sosial dan hukum yang kerap timbul akibat sengketa pertanahan. “Ini juga mendukung terwujudnya pemerintahan berbasis digital,” tutupnya.
Peran Penting Geospasial
Proyek geospasial memiliki peran penting dalam mengatasi persoalan akurasi data pajak dan pertanahan yang selama ini menjadi tantangan di banyak daerah. Dengan teknologi semacam SIG atau citra satelit, proyek berbasis geospasial bisa menghasilkan peta digital yang menggambarkan kondisi riil bidang tanah, lengkap dengan batas, luas, dan koordinat yang akurat.
Masalah yang kerap muncul dalam pengelolaan data pajak dan pertanahan antara lain adalah ketidaksesuaian antara data fisik dan data administratif, tumpang tindih kepemilikan, data ganda, hingga banyaknya bidang tanah yang belum terdaftar. Akibatnya, potensi pendapatan dari pajak, seperti pajak bumi dan bangunan (PBB) atau bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), tidak tergali secara maksimal.
Dengan pemetaan geospasial, pemerintah dapat mengintegrasikan data spasial dengan data nonspasial sehingga tercipta satu basis data pertanahan yang utuh dan akurat. Pemetaan ini juga memungkinkan validasi langsung di lapangan untuk mencocokkan data yang tercatat dengan kondisi sebenarnya.
Ketika data telah diperbaiki dan disinkronkan, banyak objek pajak yang sebelumnya luput atau salah hitung akhirnya dapat dimasukkan ke dalam basis data resmi. Dengan demikian, pendapatan daerah dari sektor pajak meningkat.
