

Kementerian ATR/BPN Dorong Penerbitan Sertifikat Tanah Ulayat, Sejalan dengan Program ILASP
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sedang gencar melakukan upaya Reforma Agraria. Program tersebut juga berjalan lurus dengan agenda besar pemerintah dalam penguatan integrasi data pertanahan melalui program Integrated Land Administration and Spatial Planning Project (ILASP).
Kementerian ATR/BPN disebut berkomitmen untuk melindungi hak masyarakat hukum adat melalui penerbitan sertifikat tanah ulayat. Langkah yang diambil ini dinilai sebagai bentuk pengakuan negara terhadap eksistensi dan wilayah yang secara turun-temurun dikuasai oleh masyarakat hukum adat.
“Sertifikat tanah bukan pemberian negara, melainkan pengakuan negara atas hak yang sudah ada. Jadi, ini adalah hak masyarakat hukum adat yang wajib dilindungi,” tegas Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional, Ossy Dermawan, pada Senin, 19 Mei 2025, dilansir dari laman resmi Kementerian ATR/BPN. Hal tersebut disampaikan dalam acara Sosialisasi Pengadministrasian dan Pendaftaran Tanah Ulayat, di Rumah Dinas Wali Kota Bukittinggi,
Wamen Ossy menegaskan bahwa proses pendaftaran tanah merupakan langkah penting untuk memberikan kepastian hukum atas tanah ulayat yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat. Ia menjelaskan bahwa pendaftaran ini bukanlah bentuk pengambilalihan hak, melainkan sebuah instrumen untuk memperkuat posisi hukum masyarakat adat dalam sistem agraria nasional. Dengan kepastian hukum yang lebih jelas, tanah ulayat akan terlindungi baik dari risiko konflik lahan maupun penguasaan sepihak oleh pihak luar yang tidak mendapatkan persetujuan dari komunitas adat.
Wamen Ossy juga menekankan bahwa proses ini tidak akan menghapus atau menggantikan sistem kepemilikan dan pengelolaan tanah secara adat yang telah lama berlaku. Justru sebaliknya, dengan pencatatan resmi dalam sistem pertanahan nasional, hak-hak ulayat akan semakin diakui dan dijaga keberlangsungannya.
“Negara hadir untuk memastikan tanah-tanah ulayat tetap berada dalam kendali masyarakat adat, sesuai prinsip-prinsip adat yang hidup dan berkembang. Justru dengan didaftarkan, tanah ulayat akan lebih kuat secara hukum,” lanjut Wamen Ossy.
Selain itu, dalam acara yang sama, Wamen Ossy juga mengajak para pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah daerah, niniak mamak, hingga akademisi dan masyarakat sipil, untuk bergotong royong dalam mendorong pendaftaran tanah ulayat di berbagai wilayah. Dengan sinergi yang baik, diharapkan proses legalisasi tanah ini dapat berjalan lancar dan memberi manfaat nyata bagi masyarakat hukum adat di seluruh Indonesia.
Sejalan dengan ILASP
Upaya Kementerian ATR/BPN untuk memberikan sertifikat hak tanah ulayat sejalan dengan agenda besar ILASP yang melibatkan World Bank. Tujuan utama dari ILASP adalah menciptakan sistem pengelolaan lahan yang lebih tertib, transparan, dan inklusif.
Salah satu fokus utamanya adalah menyatukan data pertanahan dan tata ruang yang selama ini terfragmentasi dan sering menimbulkan konflik atau tumpang tindih penggunaan lahan. Sebagai contoh, jutaan hektare lahan di Indonesia mengalami konflik kepemilikan dan penggunaan, termasuk antara kawasan hutan dan lahan perkebunan kelapa sawit.
Dengan integrasi data ini, pemerintah berharap dapat menghadirkan kepastian hukum dan efisiensi dalam pemanfaatan ruang dan lahan. Tak sampai di situ saja, ILASP juga diarahkan untuk memperkuat hak-hak atas tanah, terutama bagi kelompok yang selama ini kurang mendapat perhatian, seperti masyarakat adat dan perempuan.
Sumber: Kementerian ATR BPN 1, 2, Antara News