Default Title
logo spatial highlights
IPB Kembangkan Platform Pemantau Cuaca Lokal untuk Petani dan Nelayan

IPB Kembangkan Platform Pemantau Cuaca Lokal untuk Petani dan Nelayan

Ketersediaan data cuaca yang akurat dan bersifat lokal menjadi kunci dalam mendukung keberhasilan pertanian. Bagi petani, informasi tersebut menentukan jadwal tanam, pemupukan, pengendalian hama, hingga panen. Tanpa data yang memadai, banyak keputusan agraris masih didasarkan pada intuisi, yang rentan terhadap kegagalan akibat cuaca ekstrem. Dalam perspektif geospasial, kebutuhan ini menunjukkan bahwa data makro berskala nasional tidak cukup untuk menjawab keragaman mikroklimat antarwilayah, bahkan dalam radius hanya beberapa kilometer.

Untuk menjawab tantangan tersebut, tim peneliti IPB University bersama sejumlah yayasan mengembangkan Automatic Weather Station Community (AWS Komunitas) yang diberi nama Sinau Bumi. Platform berbasis web ini dirancang untuk menjadi sistem pemantauan cuaca otomatis yang dikelola secara partisipatif oleh petani, penyuluh, peneliti, maupun relawan. Hingga kini, sudah terpasang 118 unit AWS di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Posisinya ditempatkan di lahan kelompok tani, Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), hingga lembaga pendidikan. Keberadaan AWS ini menandai pergeseran dari ketergantungan pada data pusat menuju penguasaan informasi iklim di tingkat lokal.

Setiap AWS mencatat parameter cuaca utama, seperti suhu, curah hujan, kelembapan, radiasi matahari, titik embun, tekanan udara, serta kecepatan angin. Data yang diperbarui setiap 10 menit ini dapat diakses secara real-time melalui situs map.sinaubumi.org dan sinoptik.ipb.ac.id. Dengan pendekatan geospasial partisipatif, AWS Komunitas tidak hanya berfungsi sebagai instrumen pertanian, melainkan juga simpul data lintas sektor. Sebagai contoh, nelayan di Belitung kini menggunakan data arah angin dari Sinau Bumi sebelum melaut sehingga risiko di perairan bisa ditekan.

Image 1

Lebih jauh, platform ini dilengkapi dengan sistem berbasis kecerdasan buatan (AI) yang mampu melakukan prediksi cuaca sekaligus potensi serangan hama. AWS dapat mengumumkan status potensi serangan wereng dari rendah hingga tinggi, bahkan hingga tujuh hari ke depan. Informasi ini dipublikasikan setiap sore, memberi waktu bagi petani untuk menyiapkan strategi mitigasi. Selain itu, basis data historis sejak Januari 2025 menjadi sumber analisis penting untuk evaluasi pola tanam dan perencanaan musim berikutnya sehingga pengambilan keputusan makin presisi.

Menuju Kedaulatan Pangan Berbasis Data

Pada akhirnya, AWS Komunitas bukan sekadar perangkat pengukuran cuaca, melainkan juga bagian dari ekosistem pemberdayaan masyarakat. Melalui integrasi data spasial berbasis komunitas, petani dan nelayan dapat membangun kemandirian informasi yang sebelumnya hanya dimonopoli oleh lembaga pusat. Data yang dihasilkan memungkinkan mereka memahami pola iklim dan risiko lingkungan dengan lebih detail sehingga keputusan dalam bercocok tanam maupun melaut tidak lagi bergantung pada intuisi semata. Kehadiran sistem ini menjadi bentuk nyata dari transformasi digital di sektor agraria dan maritim yang berorientasi pada keberlanjutan.

Lebih dari itu, pemetaan partisipatif yang dihadirkan AWS Komunitas menegaskan bahwa kedaulatan pangan tidak bisa dilepaskan dari penguasaan data oleh komunitas itu sendiri. Ketika informasi cuaca, iklim, dan potensi hama dapat diakses secara terbuka, masyarakat tidak hanya menjadi objek pembangunan, melainkan aktor utama yang aktif mengelola sumber daya. Dengan demikian, pemetaan partisipatif menjadi tulang punggung kedaulatan pangan karena memberi ruang bagi komunitas untuk beradaptasi, memitigasi risiko, sekaligus membangun ketangguhan dalam menghadapi perubahan iklim yang makin tak menentu.

+
+