Default Title
logo spatial highlights
Informasi Geospasial Jadi Tulang Punggung Transformasi Data Nasional

Informasi Geospasial Jadi Tulang Punggung Transformasi Data Nasional

Dalam era transformasi digital, data geospasial bukan lagi sekadar peta, melainkan instrumen strategis dalam mengelola pembangunan nasional. Akurasi dan integrasi informasi geospasial (IG) kini menjadi kebutuhan mendesak, terutama ketika data menjadi dasar pengambilan keputusan lintas sektor. Hal ini terlihat jelas pada Rapat Dewan Pengarah Satu Data Indonesia (SDI) yang digelar di Kantor Kementerian PPN/Bappenas pada 20 Agustus 2025. Rapat tersebut menyoroti dua isu krusial, yaitu, sinkronisasi data lintas portal dan peningkatan akurasi peta untuk mencegah konflik.

Deputi Bidang Infrastruktur IG Badan Informasi Geospasial (BIG), Ibnu Sofian, mengemukakan bahwa terdapat perbedaan jumlah data antara Ina-Geoportal, portal Kebijakan Satu Peta (KSP), dan portal SDI. Ia berkata, “IG pada geoportal KSP belum terintegrasi di SDI. Kita akan segera mengintegrasikannya.” Dari perspektif geospasial, fragmentasi data ini menunjukkan adanya tantangan pada interoperabilitas sistem. Tanpa integrasi, perencanaan pembangunan berisiko berjalan dengan data yang tumpang tindih atau bahkan kontradiktif, yang pada akhirnya bisa menimbulkan konflik kewenangan antarinstansi maupun antardaerah.

Ibnu juga mendorong agar Bappenas, Kemendagri, dan BIG menunjuk unit pengelola Jaringan Informasi Geospasial Nasional (JIGN) di daerah. Ia mengusulkan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) sebagai simpul jaringan, sejalan dengan fungsi perencanaan pembangunan daerah dan prinsip otonomi. Selain itu, ia juga menekankan bahwa geospasial merupakan tulang punggung Industri 4.0 sehingga industri tidak akan berjalan tanpa data spasial. Analisis ini memperlihatkan bahwa SDM pemetaan bukan hanya kebutuhan teknis, melainkan juga bagian dari strategi daya saing industri nasional.

Image 1

Menteri PPN/Bappenas, Rachmat Pambudy, menyoroti aspek lain yang tak kalah penting, yaitu keamanan data. “Saat ini, keamanan data menjadi unsur paling lemah. BIG harus melengkapi SDM, sekaligus juga peralatan,” tegasnya. Kelemahan keamanan data berpotensi membuka celah manipulasi informasi spasial, yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi maupun sosial.

Rachmat juga berpesan, “Kalau hutan, selisih satu meter tidak masalah. Tapi kalau rumah, selisih sekecil apapun bisa menimbulkan konflik besar.” Dalam perspektif geospasial, pernyataan ini menegaskan bahwa akurasi peta adalah faktor fundamental untuk mencegah sengketa batas wilayah, baik di tingkat desa maupun antarnegara.

Rapat koordinasi lintas sektor ini menegaskan kembali posisi IG sebagai tulang punggung transformasi data nasional. Integrasi geoportal dengan SDI, penguatan kapasitas surveyor, serta pembangunan ekosistem data yang aman dan akurat menjadi agenda strategis. Analisis geospasial melihatnya sebagai upaya mewujudkan fondasi pembangunan berbasis bukti (evidence-based policy), di mana peta yang akurat bukan hanya alat teknis, melainkan juga kunci untuk mencegah konflik dan mendorong tata kelola pembangunan yang inklusif.

+
+