Default Title
logo spatial highlights
Di Mana Perempuan Tak Aman? Analisis Geospasial Kekerasan Berbasis Gender di Indonesia

Di Mana Perempuan Tak Aman? Analisis Geospasial Kekerasan Berbasis Gender di Indonesia

Kekerasan berbasis gender terhadap perempuan (KBGtP) terus menunjukkan tren peningkatan dan penyebaran spasial yang signifikan di Indonesia. Fenomena ini tidak hanya berkembang dari segi jumlah kasus, tetapi juga dari segi keragaman bentuk, lokasi, dan karakteristik korban serta pelaku sehingga membutuhkan pendekatan geospasial untuk memahami pola-pola penyebarannya.

Dalam upaya memetakan dinamika tersebut, Komnas Perempuan pada tahun 2024 melaksanakan survei nasional dengan mengirimkan kuesioner kepada berbagai pemangku kepentingan, termasuk lembaga layanan, organisasi masyarakat sipil, aparat penegak hukum, serta instansi pemerintahan. Data yang dikumpulkan mencakup tipologi kekerasan, profil korban dan pelaku, serta medium kekerasan, baik fisik, verbal, digital, maupun struktural.

Secara nasional, tercatat 445.502 kasus kekerasan berbasis gender sepanjang tahun 2024, meningkat 9,77% dibandingkan tahun sebelumnya (401.975 kasus). Jika dirata-rata, 16 kasus dilaporkan setiap hari ke Komnas Perempuan, menunjukkan bahwa KBGtP bukan hanya isu privat, tetapi telah menjadi persoalan struktural yang tersebar luas.

Secara spasial, kasus-kasus ini tidak tersebar merata, tetapi menunjukkan klaster geografis yang konsisten dari tahun ke tahun. Berikut rincian pemetaan berdasarkan hasil survei Komnas Perempuan.

1. Pulau Jawa

Pulau Jawa menempati posisi tertinggi sebagai episentrum kasus, khususnya di provinsi-provinsi dengan konsentrasi penduduk tinggi, seperti Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Timur. Kepadatan penduduk dan akses teknologi turut menjadi faktor pendorong tingginya kasus, terutama kekerasan berbasis gender online (KBGO).

2. Sumatera Utara dan Lampung

Sumatera Utara dan Lampung juga mencatat angka signifikan, menunjukkan bahwa KBGtP tidak hanya terkonsentrasi di pusat-pusat urban, tetapi juga menyebar ke wilayah penyangga dan perdesaan.

3. Sulawesi Selatan

Di Sulawesi Selatan, kekerasan terhadap perempuan terutama terjadi dalam konteks relasi personal, seperti rumah tangga atau hubungan non-perkawinan.

Dari total kasus, ranah personal menjadi lokasi dominan dengan 309.516 kasus (sekitar 69%). Hal ini mengindikasikan bahwa kekerasan terhadap perempuan banyak terjadi dalam ruang yang secara sosial dianggap ‘privat’, seperti rumah tangga, hubungan pacaran, atau pernikahan.

Adapun ranah publik mencatat 12.004 kasus, mencakup kekerasan di ruang kerja, sekolah, institusi agama, hingga jalanan. Sementara itu, ranah negara yang mengacu pada kekerasan yang dilakukan atau dibiarkan oleh aparatur negara menyumbang 209 kasus, termasuk kekerasan oleh aparat hukum dan ASN.

Pemetaan berbasis demografi mengungkap bahwa kelompok usia korban terbanyak berada pada rentang 18–24 tahun, yaitu sebanyak 1.474 orang. Korban umumnya berasal dari kelompok mahasiswa/pelajar (14.094 orang), ibu rumah tangga (5.836 orang), dan perempuan tidak bekerja (4.693 orang). Hal ini mencerminkan kerentanan tinggi di kalangan perempuan muda dan perempuan dalam posisi ekonomi rentan.

Sumber: GoodStats, Komnas Perempuan

+
+