

BPS Perkuat Kerangka Geospasial Jelang Sensus Ekonomi 2026
Badan Pusat Statistik (BPS) melaksanakan kegiatan lapangan Pemutakhiran Kerangka Geospasial dan Muatan Wilayah Kerja Statistik (Wilkerstat) SE2026 pada 1–31 Agustus 2025. Tahap ini menjadi fondasi penting dalam rangka persiapan Sensus Ekonomi 2026 (SE2026), yang akan digunakan untuk memetakan kondisi usaha serta unit kegiatan ekonomi di seluruh Indonesia.
Dalam pelaksanaannya, BPS memfokuskan kegiatan pada beberapa aspek utama, yakni pemutakhiran peta wilayah, identifikasi Satuan Lingkungan Setempat (SLS), geotagging batas wilayah administratif, hingga pencatatan kawasan yang menjadi pusat konsentrasi kegiatan ekonomi. Dengan langkah ini, diharapkan wilayah pencacahan dapat menggambarkan kondisi terkini secara lebih akurat.
Kegiatan pemutakhiran dilakukan secara serentak di 299 kabupaten/kota di seluruh Indonesia, khususnya di wilayah yang tidak tercakup dalam pendataan PL-KUMKM 2023. Para petugas BPS turun langsung ke desa dan kelurahan untuk memperbarui informasi SLS maupun non-SLS, membentuk sub-SLS jika diperlukan, serta mencatat potensi usaha di wilayah tersebut. Data yang dihimpun nantinya akan menjadi basis pemetaan usaha dan unit kegiatan ekonomi pada SE2026.
Kepala BPS menekankan bahwa tahapan ini memegang peranan sangat krusial. “Pemutakhiran Wilkerstat lapangan pada Agustus 2025 adalah kunci untuk memastikan wilayah pencacahan SE2026 benar-benar sesuai kondisi terkini. Dukungan pemerintah daerah, aparat desa, dan masyarakat sangat dibutuhkan agar kegiatan ini berjalan lancar,” ujarnya.
Selanjutnya, hasil dari kegiatan lapangan ini akan diproses dan diolah pada September–Oktober 2025, lalu difinalisasi hingga November 2025. Dari proses tersebut, BPS akan menghasilkan sejumlah output utama, yakni Master SLS yang telah diperbarui beserta muatannya, peta wilayah kerja statistik terbaru, serta informasi kawasan konsentrasi ekonomi. Semua hasil ini akan menjadi landasan penting bagi keberhasilan pelaksanaan Sensus Ekonomi 2026.
Cara Kerja Geotagging dalam Sensus Ekonomi
Dalam pelaksanaan Sensus Ekonomi, geotagging menjadi salah satu langkah penting untuk memastikan setiap unit usaha dan batas wilayah tercatat dengan akurat. Proses ini pada dasarnya adalah kegiatan menempelkan informasi lokasi geografis berupa koordinat lintang dan bujur pada data atau objek tertentu. Dengan begitu, setiap informasi yang dikumpulkan tidak hanya berbentuk angka, tetapi juga memiliki posisi nyata di peta.
Di lapangan, petugas BPS dibekali perangkat seperti smartphone atau tablet yang telah terintegrasi dengan aplikasi khusus. Melalui perangkat tersebut, petugas memanfaatkan teknologi GPS untuk merekam titik koordinat lokasi. Mereka kemudian menandai batas desa atau kelurahan, bahkan hingga sub-Satuan Lingkungan Setempat (sub-SLS), agar wilayah pencacahan jelas dan tidak terjadi tumpang tindih antarwilayah.
Selain mencatat batas wilayah, geotagging juga diterapkan pada bangunan atau unit usaha. Misalnya, ketika petugas menemukan kios, pasar, pabrik, atau toko, mereka langsung merekam koordinat lokasinya. Tidak jarang pula foto bangunan dilampirkan untuk memudahkan proses verifikasi di tahap pengolahan data. Semua informasi tersebut secara otomatis terhubung dengan peta geospasial digital milik BPS sehingga titik-titik lokasi usaha dapat divisualisasikan dalam peta interaktif.
Setelah seluruh data terkumpul, informasi dari lapangan dikirim ke server pusat untuk divalidasi. Pada tahap ini, tim teknis memastikan apakah lokasi yang tercatat benar-benar sesuai dengan peta dasar dan tidak berada di luar batas administrasi yang berlaku. Proses validasi ini penting untuk menjamin kualitas data yang nantinya akan dipakai dalam perencanaan nasional.
Manfaat dari geotagging sangat besar. Data usaha menjadi lebih akurat, risiko pencatatan ganda dapat dihindari, dan sebaran unit kegiatan ekonomi bisa dianalisis secara lebih detail. Dengan cara ini, kawasan industri, pusat perdagangan, maupun daerah dengan konsentrasi ekonomi tertentu dapat dipetakan dengan jelas. Lebih jauh, hasil tersebut dapat mendukung pemerintah dalam membuat kebijakan spasial, perencanaan investasi, hingga pembangunan infrastruktur ekonomi yang tepat sasaran.
