

BIG Ungkap 5 Kunci Transformasi Geospasial di Indonesia
Transformasi penyelenggaraan informasi geospasial (IG) di Indonesia bukan sekadar agenda teknokratik, melainkan juga fondasi penting untuk menyongsong tata kelola pembangunan berbasis data spasial. Dalam momentum Pra Rakornas IG 2025 yang digelar di Aula Utama Badan Informasi Geospasial (BIG), berbagai pemangku kepentingan menyepakati perlunya arah baru dalam ekosistem IG nasional. BIG menyebut setidaknya lima elemen kunci yang menjadi fondasi transformasi ini, mulai dari penguatan tata kelola hingga pengembangan sumber daya manusia.
- Tata Kelola dan Regulasi sebagai Pilar Utama
Tata kelola yang kuat dan regulasi yang adaptif menjadi syarat mutlak agar penyelenggaraan IG berjalan terarah dan bertanggung jawab. Lien Rosalina, Direktur Integrasi dan Sinkronisasi IG Tematik BIG, menegaskan bahwa hal ini sudah tertuang dalam Rencana Aksi (Renaksi) dan Rencana Induk (Renduk) IG nasional. BIG melalui Keputusan Kepala Nomor 115 Tahun 2025 telah menetapkan target ketersediaan peta dasar pada berbagai skala dan peningkatan kinerja simpul jaringan IG. Regulasi ini memastikan setiap kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah memiliki peta acuan yang sama untuk mencegah tumpang tindih kebijakan spasial dan memperkuat kejelasan batas wilayah.
- Kolaborasi Lintas Sektor dan Integrasi Data
Transformasi IG menuntut adanya kolaborasi lintas sektor dan keterbukaan data antarlembaga. Deputi BIG Antonius Bambang Wijanarto menyampaikan bahwa geospasial hari ini bukan hanya milik teknokrat atau insinyur, melainkan juga menjadi dasar pengambilan keputusan di sektor energi, pertanian, pendidikan, hingga mitigasi bencana. Oleh karena itu, platform seperti aplikasi Pemantauan Renaksi IG dan Integrasi IGT akan diluncurkan untuk mendukung interoperabilitas data. Kolaborasi ini juga mendapat dukungan dari Kementerian PAN/RB, yang menilai IG sebagai instrumen penting dalam layanan publik digital, seperti distribusi bantuan sosial hingga perencanaan fasilitas publik.
- Peningkatan Kapasitas SDM dan Kelembagaan
Salah satu tantangan utama dalam transformasi IG adalah minimnya sumber daya manusia (SDM) yang terlatih dan tersebar merata. Direktur Kelembagaan dan Jaringan IG BIG, Rachman Rifai, menekankan pentingnya penguatan jabatan fungsional surveyor pemetaan serta pemantauan kinerja melalui aplikasi SIMOJANG. Penilaian dilakukan berdasarkan lima elemen infrastruktur IG: kebijakan, kelembagaan, teknologi, standar, dan SDM. Kolaborasi dengan organisasi profesi, seperti SATUPASTI, juga diarahkan untuk memastikan pembinaan kompetensi yang berkelanjutan, penguatan kode etik, dan advokasi profesi.
- Integrasi Perencanaan Nasional
Data geospasial kini menjadi instrumen strategis dalam menyusun rencana pembangunan nasional. Direktur Tata Ruang Perkotaan dan Pertanahan Kementerian PPN/Bappenas, Dody Virgo Sinaga, menyatakan bahwa IG harus terintegrasi dalam RPJMN dan RPJPN agar program pembangunan memiliki pijakan spasial yang jelas. Misalnya, keterkaitan antarwilayah dalam konteks pembangunan konektivitas infrastruktur hanya bisa dipetakan secara akurat dengan dukungan data geospasial. Evaluasi dan sinkronisasi antarprogram, terutama di daerah-daerah dengan dinamika pembangunan tinggi, juga bergantung pada akurasi data ini.
- Transformasi Digital dan Layanan Publik Spasial
Pada era modern ini, layanan publik harus berbasis pada informasi spasial yang akurat dan real-time. Sigit Supriyanto dari KemenPAN/RB menegaskan bahwa integrasi IG dalam transformasi digital menjadi kunci untuk menciptakan layanan publik yang adil, merata, dan efisien. Mulai dari zonasi rawan bencana, lokasi fasilitas kesehatan, hingga penyaluran subsidi energi, semua membutuhkan pendekatan spasial yang presisi. IG tak lagi hanya menjadi alat bantu teknis, tetapi juga bagian dari policy-making tools berbasis data spasial.
Menuju Ekosistem Geospasial Nasional yang Tangguh
Transformasi IG bukan proses instan. Diperlukan visi jangka panjang, seperti yang tengah dirancang BIG melalui Rencana Induk 25 tahun ke depan. Semua pihak—baik pemerintah, akademisi, pelaku usaha, maupun asosiasi profesi—harus bergerak selaras. Seperti disampaikan dalam sesi diskusi Pra Rakornas, komitmen terhadap implementasi Renaksi dan Renduk, serta penguatan struktur kelembagaan, adalah langkah nyata untuk membangun masa depan IG yang berkelanjutan.
Dalam konteks global, Indonesia bukan satu-satunya negara yang menaruh perhatian serius pada IG. Negara-negara, seperti Jepang dan Korea Selatan, telah menjadikan data spasial sebagai infrastruktur dasar layaknya jalan dan listrik. Jika Indonesia ingin bersaing dan tumbuh dalam ekonomi digital dan tata kelola pemerintahan modern, maka pembangunan ekosistem geospasial yang menyeluruh adalah sebuah keharusan, bukan pilihan.
Sumber: BIG