Default Title
logo spatial highlights
BIG Sebut Sektor Akademik sebagai Garda Terdepan Masa Depan Ekosistem Geospasial Indonesia

BIG Sebut Sektor Akademik sebagai Garda Terdepan Masa Depan Ekosistem Geospasial Indonesia

Pengembangan sumber daya manusia (SDM) merupakan fondasi utama dalam mewujudkan ekosistem informasi geospasial (IG) yang andal, adaptif, dan berkelanjutan. Pentingnya hal ini kembali ditegaskan dalam diskusi Pra-Rakornas Working Group 2 yang diselenggarakan Badan Informasi Geospasial (BIG) pada 26 Juni 2025. Dengan mengusung tema “Peran Akademisi dalam SDM IG untuk Penyelenggaraan IG Berkelanjutan”, forum tersebut menyepakati bahwa peran sektor akademik tidak dapat dilepaskan dari pembangunan SDM IG nasional. Akademisi dipandang tidak hanya sebagai penyedia lulusan, tetapi juga sebagai pusat inovasi dan pemikiran strategis yang mampu membentuk SDM berwawasan teknologi serta kebijakan publik.

Guru Besar Geodesi dari Institut Teknologi Bandung, Hasannudin Zainal Abidin, menekankan bahwa setiap tahap pembangunan ekosistem IG memerlukan peta kebutuhan SDM yang jelas dan terukur. Ia juga menyarankan optimalisasi peran corporate university (corpu) BIG sebagai lembaga yang dapat memperkuat kapasitas SDM melalui pelatihan berbasis tantangan revolusi industri 4.0. Menurutnya, pemanfaatan kecerdasan buatan (AI), big data, dan cloud computing sudah menjadi keniscayaan dalam pengelolaan data geospasial masa kini. Oleh karena itu, keterlibatan sektor akademik dalam menyusun strategi pengembangan SDM berbasis teknologi menjadi sangat krusial.

Masuknya Indonesia ke dalam era Geospasial 4.0 memunculkan tantangan baru yang bersifat multidimensi. Laporan Geospatial Media and Communications (2018) menunjukkan bahwa teknologi geospasial saat ini telah beririsan dengan berbagai bidang, seperti open data, digital engineering, 3D scanning, internet of things, serta workflow automation. Transformasi ini tidak hanya memerlukan peningkatan kapasitas teknis, tetapi juga penguasaan terhadap integrasi data spasial dalam sistem manajemen dan pengambilan keputusan lintas sektor.

Guna mempersiapkan hal tersebut, Triarko Nurlambang dari Universitas Indonesia menyoroti pentingnya membangun budaya spasial sejak dini melalui pendidikan formal. Menurutnya, membentuk pola pikir spasial tidak cukup hanya dengan pengajaran teknis, tetapi harus disertai dengan pendekatan lintas disiplin dan berorientasi pada masyarakat. Pendidikan spasial harus menanamkan kesadaran akan ruang sebagai bagian integral dari kehidupan sosial, politik, dan ekonomi. Hal ini sejalan dengan arah pembangunan berkelanjutan yang menjadikan data spasial sebagai basis perumusan kebijakan publik.

Namun demikian, masih terdapat kesenjangan nyata antara kebutuhan di lapangan dan kompetensi lulusan perguruan tinggi di bidang geospasial. Muhammad Kamal, Dekan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, menyampaikan bahwa banyak lulusan belum siap menjadi pengambil keputusan yang memahami kompleksitas kebijakan dan teknis secara bersamaan. Oleh karena itu, penyelarasan kurikulum menjadi hal yang mendesak. Inovasi kampus diharapkan tidak hanya hadir dalam bentuk riset atau publikasi ilmiah, tetapi juga pengembangan algoritma pemetaan, teknologi sensor, serta model pengelolaan ruang berbasis spasial yang aplikatif dan relevan dengan kebutuhan nasional.

Diskusi tersebut juga menggarisbawahi pentingnya pemetaan kebutuhan SDM IG secara nasional. Arif Aprianto dari Pusat Pengembangan Kompetensi IG BIG menyatakan bahwa pengembangan kapasitas harus didasarkan pada kebutuhan nyata di lapangan, termasuk perbaikan kesejahteraan dan optimalisasi formasi Jabatan Fungsional Surveyor Pemetaan. BIG melalui corpu sedang menyusun kurikulum internal yang nantinya akan dapat dimanfaatkan oleh institusi pemerintah dan daerah untuk memperkuat kompetensi tenaga kerja mereka.

Menyongsong SDM Geospasial Nasional yang Unggul

Sinergi antara akademisi, pemerintah, dan pelaku industri menjadi pilar penting dalam menciptakan ekosistem geospasial nasional yang inklusif dan adaptif. Akademisi bukan hanya pelengkap, melainkan juga mitra strategis dalam mencetak SDM unggul. Melalui kolaborasi yang erat, diharapkan lahir generasi profesional geospasial yang mampu merespons tantangan pembangunan nasional, sekaligus memperkuat ketahanan data dan informasi spasial Indonesia. Peran sektor akademik harus terus ditingkatkan, baik dalam hal pendidikan, riset, maupun advokasi kebijakan, agar transformasi geospasial Indonesia benar-benar dapat berjalan secara menyeluruh dan berkelanjutan.

Dengan mengedepankan pengembangan SDM berbasis teknologi dan kebijakan, Indonesia memiliki peluang besar untuk memimpin di kawasan dalam bidang geospasial. Melalui pendekatan yang strategis dan kolaboratif, peran akademik bisa menjadi pengungkit utama dalam menjembatani kesenjangan antara perkembangan teknologi dan kesiapan institusional. Masa depan IG Indonesia sangat tergantung pada kemampuan kita membangun manusia-manusia yang mampu berpikir spasial, bertindak kolaboratif, dan bereksperimen secara berani untuk menjawab persoalan ruang yang makin kompleks.

Sumber: BIG

+
+