

BIG Dorong Penguatan GeoAI dan Road Map Big Data Geospasial di FIT ISI 2025
Peran kecerdasan buatan (AI) dalam survei dan pemetaan menjadi salah satu sorotan dalam Forum Ilmiah Tahunan Ikatan Surveyor Indonesia (FIT ISI) 2025 yang digelar di Hotel Harris Malang, 2–3 Oktober 2025. Kepala Pusat Standardisasi dan Kelembagaan Informasi Geospasial Badan Informasi Geospasial (BIG), Sumaryono, menekankan pentingnya sinergi antara kemampuan manusia dan teknologi dalam pemanfaatan pengindraan jauh.
Baca juga: FIT ISI 2025 Dorong Kolaborasi dan Inovasi AI di Bidang Geospasial
“Untuk deteksi objek melalui remote sensing, sampai sekarang kemampuan manusia tidak ada yang bisa mengalahkan. Ketika manusia mulai lama, di situlah AI masuk. Tapi soal akurasi, manusia tetap tidak bisa dikalahkan. Itu sebabnya Kementerian Kehutanan tidak mau menggantikan tenaga manusia sepenuhnya,” jelas Sumaryono.
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa BIG memiliki peran ganda, baik sebagai regulator maupun eksekutor dalam tata kelola data geospasial nasional. “Dalam kerangka Satu Data Indonesia, seluruh data harus menjadi big data yang siap dimanfaatkan untuk GeoAI. Data itu tidak hanya dikumpulkan, tapi juga dibagi, dipakai, dan diolah menjadi satu informasi yang bernilai tinggi. Jangan lupa, industri hilir juga harus disiapkan, terutama karena peta skala 1:5000 akan diintegrasikan dengan peta tematik,” paparnya.
Menurutnya, Kebijakan Satu Peta yang diperkuat melalui Perpres Nomor 23 Tahun 2021 menjadi landasan penting dalam pengembangan GeoAI di Indonesia. “Kalau big dream Indonesia ini berhasil, GeoAI bisa memberikan dorongan besar bagi surveyor dalam mendukung kebutuhan pemerintah kota maupun kabupaten, khususnya dalam perumusan dan pengambilan keputusan berbasis data,” tambahnya.

Sumaryono juga menguraikan arah pengembangan Road Map NSDI–Jaringan Informasi Geospasial Nasional (JIGN). Berikut beberapa poin penting di antaranya.
-
Desain arsitektur microservices membagi Geoportal menjadi unit-unit lebih kecil agar lebih efisien.
-
Integrasi dengan konsep data dari big data (data lake), IoT, hingga pemetaan partisipatif yang bersifat unstructured.
-
Pemanfaatan machine learning untuk pencarian data berbasis fulltext search menggunakan Apache Solr atau Elasticsearch.
-
Implementasi single sign-on untuk basis data pengguna lintas aplikasi.
-
Adopsi standar layanan data spasial terbaru, seperti OGC API, STAC (SpatioTemporal Asset Catalog), dan SWE, yang memungkinkan data spasial lebih mudah ditemukan melalui spesifikasi OpenAPI.
“Dengan single sign-on dan arsitektur microservices, berbagai aplikasi bisa saling terintegrasi dengan sistem yang sudah ada melalui API. Itu visi pengembangan ke depan,” jelasnya.
Selain itu, BIG juga menyiapkan Road Map Big Data Geospasial untuk mengelola kumpulan data spasial dalam skala besar. Menurut Sumaryono, spatial big data akan direpresentasikan dalam bentuk lapisan dan atribut spasial, yang memungkinkan analisis lebih detail dan mendukung kebijakan publik.
Penerapan di BIG, lanjutnya, mencakup pengolahan data dengan struktur berbeda, penyajian data spasial, pemetaan alamat, hingga integrasi data spasial dengan data statistik. “Kami juga mengelola data dari sumur pengamatan sensor, CORS, hingga metadata yang beragam. Semua itu bertujuan agar data spasial dapat dipakai lintas sektor dengan standar yang sama,” pungkasnya.
