

Apakah Pulau Jawa Perlu Ditata Ulang?
Meskipun hanya mencakup sekitar 7% dari luas daratan Indonesia, nyatanya Pulau Jawa menampung lebih dari 55% populasi nasional. Menurut data dari Kementerian Dalam Negeri, pada semester I tahun 2024, jumlah penduduk Indonesia tercatat sekitar 282,4 juta jiwa, dengan lebih dari 157 juta jiwa atau 55,93% dari total populasi tersebut tinggal di Pulau Jawa.
Kondisi ini menciptakan tantangan besar terkait kemacetan, keterbatasan ruang terbuka hijau, kekurangan lahan permukiman, dan kerusakan lingkungan. Konsentrasi pusat ekonomi dan pemerintahan yang terpusat di Jawa semakin memperburuk masalah infrastruktur dan menciptakan kesenjangan pembangunan antar wilayah.
Ketimpangan Wilayah di Pulau Jawa dan Pentingnya Penataan Ulang
Menurut Iman Soedrajat, Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan (IAP), sekitar 80% kota di Pulau Jawa perlu ditata ulang. Hal ini disebabkan oleh kerusakan lingkungan yang semakin parah, serta rentannya wilayah terhadap bencana alam seperti banjir dan longsor akibat tingginya densitas penduduk dan terbatasnya daya dukung alam.
Sekitar 80% sungai-sungai di Jawa yang mengalir ke utara menjadi salah satu faktor utama yang meningkatkan risiko banjir di kota-kota yang berada di sepanjang jalur tersebut. Pemerintah daerah diminta untuk mempertimbangkan skenario bencana dalam perencanaan tata ruang agar dapat mengurangi dampak negatif yang lebih besar.
Wilayah seperti Jawa Tengah menjadi sangat rentan terhadap bencana karena kondisi ekologis yang semakin kritis, dengan tingkat bencana banjir dan tanah longsor yang tinggi. Data menunjukkan bahwa pada periode 2004-2006, lebih dari 2.800 desa di Jawa mengalami banjir tahunan, sementara hampir 2.000 desa lainnya rawan tanah longsor. Selain itu, sekitar 75% lahan di Pulau Jawa berada dalam kepemilikan individu, yang sering kali dimanfaatkan semata-mata untuk kepentingan ekonomi dan bukan untuk keberlanjutan lingkungan, menciptakan dilema sosial dan ekologis yang semakin parah.
Sistem Keresidenan: Warisan Kolonial yang Mempengaruhi Tata Wilayah
Sebelum Indonesia merdeka dan mengadopsi sistem provinsi, sistem keresidenan diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda di Pulau Jawa. Keresidenan adalah wilayah administratif yang dipimpin oleh seorang residen, dan sistem ini dirancang untuk mengelola administrasi serta memperlancar kontrol kolonial atas wilayah tersebut. Sistem ini awalnya diperkenalkan oleh Inggris pada masa Raffles (1811-1816), lalu diadopsi dan dikembangkan oleh Belanda.
Keunggulan dari sistem ini adalah efisiensi dalam administrasi dan pembangunan daerah. Dengan wilayah yang relatif kecil, kebijakan dapat disesuaikan dengan kebutuhan lokal. Sebagai contoh, Karesidenan Priangan dikembangkan sebagai pusat pertanian kopi dan teh, sedangkan Karesidenan Pekalongan menjadi sentra batik.
Namun, setelah kemerdekaan Indonesia, sistem keresidenan dianggap sebagai warisan kolonial yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan sosial, sehingga sistem ini dihapuskan dan digantikan dengan pembagian wilayah provinsi.
Peran Teknologi Geospasial dalam Penataan Ulang Wilayah
Dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan penataan ulang wilayah, teknologi geospasial menjadi salah satu solusi yang sangat potensial untuk merencanakan tata ruang secara lebih akurat. Teknologi ini memungkinkan analisis berbasis data spasial yang mencakup distribusi penduduk, potensi wilayah, serta kerentanan terhadap bencana. Sistem Informasi Geografis (SIG) dan penginderaan jauh adalah alat penting yang dapat membantu pengambilan keputusan dalam perencanaan kota dan mitigasi bencana.
Badan Informasi Geospasial (BIG) dan berbagai universitas, seperti ITB, sudah menggunakan teknologi ini dalam pengembangan perencanaan tata ruang dan pengelolaan lingkungan. Penggunaan teknologi geospasial dapat membantu menciptakan pemetaan yang lebih tepat waktu dan berbasis data yang valid, yang sangat penting dalam menghadapi tantangan pembangunan berkelanjutan dan penanggulangan bencana di Pulau Jawa.
Pentingnya Penataan Ulang Wilayah Pulau Jawa
Penataan ulang Pulau Jawa bukanlah suatu pilihan lagi, melainkan kebutuhan yang mendesak. Dengan kepadatan penduduk yang terus meningkat, ketimpangan pembangunan, serta ancaman bencana yang semakin besar, upaya untuk merancang kembali sistem administratif dan tata ruang wilayah di Pulau Jawa adalah langkah yang harus dilakukan segera.
Belajar dari sejarah sistem keresidenan yang lebih terfokus pada pengelolaan daerah secara efisien, serta memanfaatkan teknologi geospasial sebagai fondasi kebijakan modern, kita dapat menciptakan Pulau Jawa yang lebih berkelanjutan dan lebih siap menghadapi masa depan.
Sumber: databoks.katadata, Kementrian Pekerjaan Umum, kompas.com, ITB