

4 Siswa Indonesia Sabet 11 Medali di International Earth Science Olympiad 2025
Prestasi membanggakan kembali ditorehkan generasi muda Indonesia di kancah internasional. Pada ajang International Earth Science Olympiad (IESO) 2025, Indonesia berhasil meraih hasil yang luar biasa dengan membawa pulang total sebelas medali. Capaian ini makin istimewa karena diraih hanya dengan mengirimkan empat wakil terbaik bangsa.
Dari sebelas medali tersebut, Indonesia mengantongi satu medali emas, empat medali perak, dan enam medali perunggu. Jumlah yang diperoleh bahkan melampaui jumlah peserta yang dikirim sehingga menimbulkan decak kagum dari berbagai pihak.
“Selamat kepada adik-adik yang meraih sebelas medali di ajang International Earth Science Olympiad. Hal ini sekaligus menjadi momentum membanggakan di HUT ke-80 RI,” ujar Kepala Pusat Prestasi Nasional (Puspresnas) Kemendikdasmen, Maria Veronica Irene Herdjiono.
Dalam kompetisi individu, dua siswa Indonesia berhasil menorehkan prestasi gemilang. Brian Jonah Simorangkir dari SMA Negeri 8 Jakarta dan Aaron Evander Kurniawan dari SMAS Kristen Petra 1 Surabaya masing-masing meraih medali perak. Sementara itu, Fauzan Suhail Lubis dari MAN 2 Pekanbaru serta Ben Herdianto dari SMAS Kanisius Jakarta turut menyumbangkan medali perunggu.
Pada kategori beregu ITFI (International Team Field Investigation), Indonesia kembali menambah raihan medali. Fauzan Suhail Lubis berhasil menyabet emas, sementara Brian Jonah Simorangkir meraih perak. Dua rekannya, Aaron Evander Kurniawan dan Ben Herdianto, juga memperkuat koleksi medali dengan meraih perunggu.
Sabet Medali di Earth System Project
Tak berhenti di sana, dalam kompetisi beregu ESP (Earth System Project), Brian kembali menunjukkan konsistensinya dengan membawa pulang medali perak. Prestasi ini dilengkapi dengan kontribusi Aaron dan Ben yang masing-masing mempersembahkan medali perunggu.
Keempat siswa berprestasi ini bukanlah wajah baru di dunia olimpiade sains. Mereka sebelumnya merupakan pemenang Olimpiade Sains Nasional (OSN) 2024 bidang Ilmu Kebumian, sebelum akhirnya lolos seleksi ketat dan mengikuti tiga tahap pembinaan intensif yang diselenggarakan oleh Puspresnas untuk persiapan menuju IESO.
Apresiasi tinggi pun diberikan oleh Koordinator Pembina IESO 2025, Ichsan Ibrahim dari STMIK Indonesia Mandiri. “Alhamdulillah tahun ini siswa Indonesia meraih sebelas medali. Secara umum, prestasi Indonesia lebih meningkat dibandingkan tahun sebelumnya,” ungkapnya dikutip dari situs resmi Puspresnas.
Apa itu Earth System Project?
Dalam ajang IESO, salah satu kategori yang kerap mencuri perhatian adalah Earth System Project (ESP). Tidak seperti lomba individu yang lebih menekankan pada penguasaan teori dan keterampilan teknis di bidang ilmu kebumian, ESP justru mengajarkan peserta untuk melihat bumi sebagai sebuah sistem yang saling terhubung.
Di kompetisi ini, para siswa dari berbagai negara dikumpulkan dalam satu tim lintas bangsa. Mereka ditantang untuk membahas persoalan nyata yang dihadapi bumi, seperti perubahan iklim, bencana alam, krisis air, atau masalah lingkungan global lainnya. Setiap anggota tim dituntut tidak hanya menguasai pengetahuan kebumian, tetapi juga mampu bekerja sama, bertukar perspektif, dan menyusun solusi bersama.
Prosesnya mirip seperti kerja para ilmuwan internasional di dunia nyata. Para peserta harus mengolah data, menganalisis berbagai faktor yang saling berkaitan, mulai dari tanah, air, udara, hingga kehidupan di atasnya. Setelah itu, peserta harus menyajikan hasil pemikirannya dalam bentuk laporan atau presentasi. Penilaiannya pun tidak hanya pada hasil akhir, tetapi juga pada kreativitas, kemampuan berpikir kritis, serta kerja sama dalam tim.
