Default Title
logo spatial highlights
Rumah Subsidi 14 Meter Persegi, Apa Kata Geospasial?

Rumah Subsidi 14 Meter Persegi, Apa Kata Geospasial?

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait atau yang akrab disapa Ara, memutuskan untuk membatalkan usulan mengenai rumah subsidi dengan ukuran yang diperkecil. "Saya sudah mendengar begitu banyak masukan, termasuk dari teman-teman anggota Komisi V DPR RI, maka saya sampaikan secara terbuka permohonan maaf dan saya cabut ide itu," ujar Ara dalam Rapat Kerja bersama Komisi V DPR RI di Jakarta, Kamis.

Ara menyampaikan permintaan maaf atas gagasannya tersebut yang dinilainya mungkin belum tepat. "Tujuannya mungkin cukup baik, tapi kami juga mesti belajar ide-ide di ranah publik harus lebih baik lagi soal rumah subsidi yang diperkecil," lanjutnya.

Ia menjelaskan bahwa niat awal dari usulan tersebut adalah untuk menjawab kebutuhan generasi muda yang ingin tinggal di kota, tetapi menghadapi hambatan harga tanah yang tinggi. Oleh karena itu, rumah subsidi direncanakan dibuat lebih kecil agar tetap terjangkau.

Sebagai latar belakang, Ara sebelumnya sempat mengemukakan wacana mengenai pembangunan rumah subsidi dengan tipe satu kamar tidur yang memiliki luas bangunan 14 meter persegi dan luas tanah 25 meter persegi. Contoh desain rumah tersebut sempat dipamerkan di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta sebagai bagian dari upaya menjaring masukan publik.

“Itu (rumah subsidi 14 meter persegi) kan draft (rancangan) kami. Kita sounding (penjajakan pasar) kepada rakyat akan seperti apa. Kami dengarkan (tanggapan) masyarakat itu. Belum ada suatu keputusan,” jelas Ara. Ia pun menegaskan bahwa kemungkinan pembatalan terhadap rencana rumah subsidi tersebut terbuka lebar apabila respons masyarakat tidak mendukung.

Kelayakan Ruang 14 Meter Persegi

Dari sudut pandang geospasial, ide pembangunan rumah subsidi dengan luas bangunan 14 meter persegi memerlukan penilaian yang sangat hati-hati terkait kelayakannya karena pendekatan spasial mencakup lebih dari sekadar ukuran lahan dan bangunan. Geospasial dalam hal ini lebih mempertimbangkan aspek keterjangkauan ruang, kenyamanan, aksesibilitas, hingga kesesuaian terhadap karakter wilayah.

Rumah layak huni menurut standar SDGs harus memiliki luas lantai 7,2 m2 per kapita per orang. Dengan demikian, untuk memenuhi standar ini, rumah subsidi berukuran 14 m2 hanya bisa diisi oleh satu orang saja layaknya kamar kos. Kemudian, rumah seluas 23,4 m2 hanya bisa diisi oleh maksimal tiga orang.

Secara teoretis, pengurangan luas rumah subsidi menjadi 14 meter persegi bisa dianggap sebagai strategi efisiensi ruang di kota-kota besar dengan lahan yang terbatas. Dalam konteks geospasial, lahan di kawasan perkotaan adalah sumber daya yang sangat terbatas, dan pendekatan ini bisa mengoptimalkan kepadatan hunian. Namun, efisiensi ini harus dibandingkan dengan standar kelayakan ruang per individu dan daya dukung lingkungan.

Unit rumah yang terlalu kecil dalam konteks spasial dapat memengaruhi kualitas sirkulasi udara, pencahayaan alami, dan interaksi sosial di lingkungan permukiman. Dari perspektif geospasial, penting untuk memastikan bahwa ruang hunian mampu mendukung kualitas hidup penghuninya, bukan sekadar fungsi tempat tinggal. Rumah subsidi 14 meter persegi yang ditempatkan terlalu padat tanpa ruang terbuka bersama akan memicu ketidakseimbangan antara kelayakan hidup dan juga pemanfaatan ruang.

Sumber: Antara, Suara.com

+
+