

Melihat Dampak Perang di Gaza Lewat Analisis Satelit
Gaza menjadi salah satu kawasan dengan tingkat kerusakan paling parah akibat genosida yang dilakukan oleh Israel. Berbagai laporan internasional sering menyajikan angka korban jiwa dan jumlah bangunan yang runtuh. Namun, cara lain yang makin diandalkan untuk memahami skala kehancuran adalah melalui analisis geospasial. Analisis tersebut merupakan sebuah metode yang menggunakan citra satelit untuk melacak perubahan di permukaan bumi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Grey Dynamics menunjukkan wajah yang konsisten. Wilayah utara Gaza terutama daerah kota mengalami kerusakan jauh lebih parah dibandingkan bagian selatan.
Analisis citra satelit antara 2023 hingga 2025 menunjukkan bahwa area rusak di utara Gaza mencapai lebih dari 105 km², sedangkan di sekitar Khan Younis di selatan sekitar 41,3 km². Perbandingan ini menggarisbawahi skala kehancuran yang jauh lebih masif di utara. Selain bangunan, kerusakan juga melanda lahan pertanian dan ruang hijau.
Indeks kesehatan vegetasi (NDVI), yang sebelumnya menunjukkan kondisi subur pada pertengahan 2023, merosot drastis dua tahun kemudian. Lahan yang dulu hijau kini berubah menjadi area gersang, menandakan runtuhnya salah satu sumber daya penting bagi ketahanan pangan warga Gaza.

Kota yang Nyaris Hilang
Beberapa sampel wilayah di Gaza City bahkan mencatat tingkat kerusakan hingga 97% bangunan hancur total. Gambaran ini menunjukkan betapa rapuhnya infrastruktur perkotaan dan betapa beratnya tantangan bagi warga yang harus mencari tempat tinggal baru, akses air bersih, atau fasilitas kesehatan.
Pola kerusakan juga menunjukkan kecenderungan tertentu. Permukiman sipil di sekitar lokasi yang diduga menjadi basis kelompok Hamas mengalami kerusakan lebih parah dari rata-rata. Dengan kata lain, warga yang tinggal berdekatan dengan area tersebut menanggung beban terbesar dari dampak konflik.

Soal Wacana Restrukturisasi
Di tengah kerusakan masif, sempat muncul wacana pembangunan proyek ambisius bertajuk “Riviera Gaza”. Proyek tersebut merupakan sebuah rencana yang membayangkan kawasan pesisir modern dengan infrastruktur baru. Namun, banyak pengamat menilai ide ini tidak realistis. Hambatan logistik, hukum, dan politik membuat wacana itu sulit diwujudkan. Di atas semua itu, fakta bahwa ratusan ribu warga masih kehilangan rumah dan akses dasar membuat prioritas rekonstruksi seharusnya difokuskan pada pemulihan kebutuhan mendesak, bukan sekadar pembangunan simbolis.
Metode geospasial memberi pandangan objektif dan terukur tentang situasi di lapangan. Satelit yang memantau secara rutin memungkinkan kondisi Gaza dapat dilacak dari waktu ke waktu. Dengan metode geospasial, dunia internasional bisa melihat dengan jelas apakah kerusakan bertambah, berkurang, atau mulai pulih. Informasi ini menjadi acuan penting bagi lembaga kemanusiaan untuk menentukan jalur distribusi bantuan, memetakan zona yang tidak layak huni, hingga menentukan prioritas rekonstruksi.
