

Kota Masa Depan dan Peran GeoAI dalam Membangun Infrastruktur Cerdas
Di tengah laju urbanisasi yang makin pesat, kota-kota di seluruh dunia menghadapi tantangan besar. Tantangan tersebut meliputi bagaimana memastikan ketersediaan energi, air, telekomunikasi, serta layanan publik yang lebih efisien dan berkelanjutan. Jawaban atas tantangan ini makin mengarah pada pemanfaatan GeoAI, sebuah teknologi yang menggabungkan kecerdasan buatan (AI) dengan analisis geospasial.
GeoAI bukan sekadar istilah baru dalam ranah teknologi. Ia hadir sebagai jembatan antara peta digital, data satelit, sensor lapangan, dan kemampuan analisis cerdas dari AI. Dengan GeoAI, informasi spasial yang sebelumnya sulit dimanfaatkan dapat diolah menjadi wawasan yang prediktif, interaktif, dan siap pakai untuk mendukung pengambilan keputusan.
Potensi pasarnya pun berkembang pesat. Berdasarkan laporan PwC, nilai GeoAI di Timur Tengah dan Afrika Utara diperkirakan melonjak hampir empat kali lipat dalam satu dekade, dari sekitar 57 juta dolar pada 2023 menjadi lebih dari 220 juta dolar pada 2031. Secara global, industri geospasial bahkan diproyeksikan menembus 1 triliun dolar AS pada 2028, dengan sektor utilitas menjadi salah satu pengguna terbesar. Angka ini menunjukkan bagaimana teknologi berbasis lokasi akan menjadi tulang punggung kota pintar di masa depan.
Lebih dari sekadar tren, GeoAI telah menunjukkan hasil nyata di lapangan. Di sektor kelistrikan, misalnya, drone yang dilengkapi kamera resolusi tinggi dapat memotret ribuan komponen jaringan, sementara algoritma AI menganalisis foto-foto tersebut untuk mendeteksi isolator yang rusak. Proses yang sebelumnya memakan waktu berhari-hari kini bisa selesai hanya dalam hitungan jam, dan tim perbaikan dapat bergerak tepat sasaran.
Contoh lain datang dari industri gas, saat GeoAI memanfaatkan citra satelit untuk memantau pergeseran tanah atau vegetasi di sepanjang jalur pipa. Sistem ini mampu mengenali potensi kebocoran sebelum masalah besar terjadi sehingga operator dapat segera melakukan pencegahan. Sementara itu, di bidang telekomunikasi, GeoAI digunakan untuk mengoptimalkan jaringan 5G, memastikan sinyal tetap kuat meski terjadi lonjakan penggunaan pada acara-acara besar.
Namun, di balik peluang tersebut, terdapat tantangan yang tidak ringan. Data yang terfragmentasi, infrastruktur lama yang sulit diintegrasikan, biaya implementasi yang tinggi, hingga risiko keamanan siber menjadi hal-hal yang harus dihadapi. Lebih jauh lagi, ada isu etika, seperti privasi, transparansi algoritma, serta dampak sosial dari automasi, yang perlu mendapat perhatian serius.
Untuk itu, para pakar menyarankan pendekatan bertahap, mulai dari mendefinisikan kebutuhan, menguji prototipe, hingga membangun ekosistem data yang sehat dan aman. Pendekatan ini memastikan GeoAI bukan sekadar proyek teknologi, melainkan juga strategi jangka panjang untuk menciptakan kota yang lebih tangguh, efisien, dan berpusat pada warganya. Dengan kata lain, GeoAI bukanlah visi futuristik yang jauh dari kenyataan, melainkan solusi masuk akal yang sudah berjalan saat ini.
