Default Title
logo spatial highlights
Climate Centre Petakan Risiko Iklim Pengungsi Dunia dengan SIG

Climate Centre Petakan Risiko Iklim Pengungsi Dunia dengan SIG

Climate Centre atau Pusat Iklim merilis hasil penelitian terbaru yang mengungkap tingkat paparan dan kerentanan para pengungsi terhadap bahaya iklim secara global. Penelitian ini merupakan bagian dari inisiatif Complex Risk Analytics Fund (CRAF’d) dan dipimpin oleh Evan Easton-Calabria, penasihat teknis senior Climate Centre sekaligus pakar isu pengungsian. Kajian ini mengintegrasikan ilmu iklim, metodologi sistem informasi geografis (SIG), dan dataset spasial terbaru yang mencakup lokasi lebih dari 60 juta orang yang mengalami pemindahan paksa di 20 negara dengan populasi pengungsi dan pengungsi internal (internally displaced person—IDPs) terbesar di dunia.

Secara global, lebih dari 122 juta orang saat ini telah terpaksa mengungsi. Mereka terpaksa mengungsi baik di dalam negeri maupun lintas batas negara akibat kekerasan, konflik, atau penganiayaan. Sebagian besar dari mereka tinggal di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah yang rentan terhadap bencana iklim dan kekurangan sumber daya mitigasi.

Temuan utama penelitian ini mengungkap bahwa 76% dari total pengungsi yang dipetakan (sekitar 46 juta jiwa) terpapar tiga atau lebih jenis bahaya iklim, seperti gelombang panas, banjir, dan kekeringan. Sementara, negara-negara dengan populasi pengungsi terbanyak yang terpapar empat atau lebih jenis bahaya adalah Suriah (5,55 juta jiwa), Yaman (3,36 juta jiwa), dan Kongo (2,1 juta jiwa).

Menurut hasil temuan Climate Centre, gelombang panas ekstrem tercatat sebagai bahaya iklim paling umum dan melanda hampir semua negara yang dianalisis. Selain itu, risiko banjir di wilayah rawan banjir diproyeksikan akan meningkat di Kongo, Nigeria, Sudan, dan Yaman.

Penerbitan hasil studi ini bertepatan dengan peringatan Hari Pengungsi Sedunia. Direktur Climate Centre, Aditya Bahadur, menekankan pentingnya memahami kondisi spasial dan kemanusiaan yang dihadapi jutaan orang yang hidup dalam ketidakpastian di kamp-kamp pengungsi dan permukiman informal. “Banyak dari mereka memikul luka fisik dan mental akibat perang serta kemiskinan,” ujarnya.

Penelitian ini tidak hanya didukung oleh dana dari CRAF’d, tetapi juga mendapat kontribusi dari IFRC, ICRC, serta masukan dari UNHCR. Tujuan utama dari kolaborasi ini adalah mendorong perhatian mendesak terhadap populasi yang berada di persimpangan antara perubahan iklim, konflik bersenjata, dan pemindahan paksa.

CRAF’d sendiri merupakan satu-satunya inisiatif multilateral yang secara khusus membiayai dan menghubungkan pemanfaatan data, analisis, dan kecerdasan buatan untuk menghadapi risiko kompleks. Di situs resminya, CRAF’d menyatakan bahwa pendekatan berbasis data diyakini mampu membantu mitra global dalam mengantisipasi, mencegah, dan merespons krisis secara lebih efektif.

Sumber: Climate Centre, CRAF’d

+
+