Default Title
logo spatial highlights
BNPB Paparkan Potensi Data Geospasial untuk Mitigasi Bencana dan Tata Ruang

BNPB Paparkan Potensi Data Geospasial untuk Mitigasi Bencana dan Tata Ruang

Pemanfaatan teknologi pemetaan seperti fotogrametri dan citra satelit kini menjadi bagian penting dalam pengelolaan tata ruang dan penanggulangan bencana di Indonesia. Teknologi drone, misalnya, mampu menghasilkan citra optik yang sangat detail sehingga memungkinkan pemantauan perubahan tata guna lahan secara akurat.

Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Dr. Udrekh, menyampaikan bahwa teknologi konvensional seperti drone dan juga teknologi mutakhir seperti data satelit bisa menjadi alat untuk mitigasi bencana. “Jika dilakukan secara konsisten, penggunaan drone memberikan visualisasi lahan yang presisi,” ujar Udrekh dalam webinar bertajuk “Peran Teknologi Geospasial dalam Mitigasi Bencana” yang diselenggarakan oleh ASBIM Indonesia, Selasa, 22 Juli 2025.

Lebih lanjut, Udrekh menerangkan bahwa teknologi drone memiliki keterbatasan, terutama dari sisi cakupan wilayah dan operasional yang memerlukan penerbangan langsung ke lokasi. “Sebaliknya data satelit menawarkan jangkauan yang jauh lebih luas dan direkam secara terus-menerus,” tambahnya.

Perekaman secara terus-menerus tersebut bisa digunakan untuk memetakan perubahan permukaan bumi. Selain itu, satelit dapat merekam kondisi wilayah secara real-time meski dengan resolusi yang tidak sebagus hasil penerbangan drone. Udrekh menyebut keunggulan data satelit tersebut sangat terasa saat terjadinya gempa Palu pada 2018 lalu.

“Dalam hitungan jam setelah kejadian, data satelit sudah tersedia dan memperlihatkan dampak gempa serta tsunami secara menyeluruh. Hal ini tidak mungkin dilakukan menggunakan drone dalam waktu sesingkat itu. Dalam situasi krisis, 24×3 jam pertama sangat krusial. Data satelit membantu kita bertindak cepat saat itu,” jelasnya.

Selain itu, Udrekh mengatakan bahwa data spasial dapat membantu menentukan lokasi yang berisiko tinggi terhadap bencana secara presisi. Informasi spasial, lanjut Udrekh, dapat digunakan untuk merancang strategi mitigasi yang efektif dan tepat sasaran. “Yang terpenting, data spasial memungkinkan evakuasi dilakukan dengan cepat dan lokasi yang benar sesuai kebutuhan,” terangnya.

Tata Ruang

Lebih jauh, ia menyoroti pentingnya data geospasial dalam mendukung penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN dinilai telah menunjukkan komitmen positif dengan rutin mengundang pakar dan institusi terkait untuk merancang desain tata ruang yang berbasis mitigasi bencana. Namun demikian, tantangan masih ada, terutama terkait kualitas peta bahaya yang dinilai masih terlalu kasar untuk menjelaskan potensi risiko di wilayah skala kecil. “Sekarang, sudah mulai ada kemauan untuk mempercepat RDTR berbasis kebencanaan, tapi kualitas peta kita harus ditingkatkan,” imbuhnya.

Dari sisi regulasi, implementasi kebijakan tata ruang masih menghadapi hambatan serius. Meski secara normatif aturan yang ada sudah cukup memadai, pelaksanaan di lapangan kerap tidak konsisten. Bahkan, dalam diskusi tentang wilayah Jabodetabek, sejumlah aturan seperti larangan pembangunan di sempadan sungai masih sulit diterapkan. “Aturannya ada, tetapi penegakannya yang masih lemah,” katanya.

+
+