Default Title
logo spatial highlights
BMKG Antisipasi Megathrust, Pakar Sebut Dua Zona yang Perlu Diwaspadai

BMKG Antisipasi Megathrust, Pakar Sebut Dua Zona yang Perlu Diwaspadai

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkuat sistem monitoring gempa dan peringatan dini tsunami di Selat Sunda serta Mentawai. Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi dampak patahan zona megathrust yang berpotensi menimbulkan gempa besar hingga tsunami.

"BMKG memasang sejumlah peralatan di Selat Sunda dan Mentawai dalam rangka mengantisipasi megathrust," kata Pengamat Meteorologi dan Geofisika Madya sekaligus Penanggung Jawab Data Gempa Bumi dan Tsunami Direktorat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Pepen Supendi, dalam workshop kebencanaan bertajuk Megathrust Disaster Risk Assessment in Indonesia di Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, Sabtu, 27 September 2025, dilansir dari ANTARA.

Di kawasan Selat Sunda, BMKG telah memasang 17 sensor gempa untuk mempercepat informasi kejadian gempa. Selain itu, terdapat 22 sensor muka laut sebagai konfirmasi tsunami, dua unit automatic weather system, dua radar maritim, 15 alat penerima peringatan dini tsunami generasi terkini (WRS), serta sembilan kali kegiatan edukasi mitigasi melalui sekolah lapang gempa dan tsunami.

Sementara itu, di wilayah Mentawai Siberut, Sumatera Barat, BMKG memasang 33 sensor gempa, enam sensor muka laut, lima sirene tsunami untuk perintah evakuasi, serta 22 alat penerima peringatan dini tsunami. Edukasi mitigasi juga dilakukan melalui enam kali sekolah lapang gempa dan tsunami.

Pakar Teknik Sipil dan Struktur Tahan Gempa dari Fakultas Teknik Universitas Andalas, Prof. Fauzan, menegaskan bahwa dua zona megathrust tersebut termasuk yang paling berbahaya di Indonesia. "Dari 12 segmen megathrust yang ada di Indonesia, terdapat dua zona megathrust yang memiliki potensi risiko tertinggi," ujar Prof. Fauzan dikutip dari ANTARA.

Ia menyebutkan kedua zona tersebut adalah Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai Siberut. Potensi gempa besar di kawasan ini dapat memicu tsunami, mengingat Indonesia berada di ring of fire atau cincin api Pasifik, tempat bertemunya tiga lempeng tektonik utama Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Kondisi ini membuat aktivitas seismik dan vulkanik di Indonesia tergolong sangat tinggi.

"Gempa megathrust merupakan jenis gempa terkuat yang terjadi di zona subduksi," jelasnya. Pergerakan lempeng tektonik menimbulkan akumulasi energi yang sewaktu-waktu dapat dilepaskan secara tiba-tiba sehingga memicu gempa besar dan tsunami.

Prof. Fauzan juga mengingatkan bahwa zona Megathrust Mentawai Siberut dikenal sebagai salah satu seismic gap paling berbahaya di dunia. Sejak gempa besar tahun 1797 dan 1833, kawasan ini belum melepaskan energi besar yang menumpuk. "Kita sama sekali tidak mengharapkan ini, tapi potensinya sangat mungkin terjadi dan mesti kita antisipasi," katanya. Catatan sejarah menunjukkan, gempa di zona Mentawai pada 1797 dan 1833 menimbulkan kerusakan parah dan korban jiwa di Kota Padang. Para ahli memperkirakan, jika energi besar di kawasan ini kembali dilepaskan, guncangannya bisa mencapai magnitudo 9.

+
+