Default Title
logo spatial highlights
BIG Tekankan Perubahan Paradigma Pengelolaan Informasi Geospasial

BIG Tekankan Perubahan Paradigma Pengelolaan Informasi Geospasial

Badan Informasi Geospasial (BIG) Indonesia mengadakan Rapat Koordinasi Informasi Geospasial (IG) Regional untuk wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara secara daring pada Senin, 14 Juli 2025. Kegiatan ini mengusung tema “Mendorong Hilirisasi Industri Geospasial: Sinergi untuk Kemandirian dan Daya Saing Nasional”, yang bertujuan memperkuat kolaborasi lintas sektor demi mendorong transformasi ekosistem geospasial nasional.

Dalam sambutannya saat membuka acara, Deputi Bidang Informasi Geospasial Dasar BIG, Mohamad Arief Syafi’i, menyoroti pentingnya perubahan paradigma dalam pengelolaan informasi geospasial. Ia menekankan bahwa kebutuhan saat ini bukan lagi sekadar penyediaan data, melainkan juga penciptaan nilai tambah melalui pemanfaatan data secara strategis di berbagai sektor pembangunan.

“Kita tidak cukup hanya menyediakan data. Kita harus menciptakan nilai tambah dari data tersebut sehingga menjadi informasi yang dapat dimanfaatkan dalam pengambilan keputusan di berbagai sektor,” ujar Arief di hadapan para peserta rapat koordinasi.

Ia menegaskan perlunya pergeseran dari pendekatan yang berfokus pada penyediaan data menuju pendekatan yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat dan sektor pembangunan. Dalam konteks ini, informasi geospasial harus menjadi fondasi bagi kebijakan spasial yang cerdas, layanan berbasis lokasi, serta pengembangan inovasi teknologi, seperti kecerdasan buatan (AI) dan digital twin.

Arief juga menguraikan tiga syarat utama dalam mendukung hilirisasi industri geospasial di Indonesia:

  1. Penguatan Kelembagaan Daerah

Arief menekankan pentingnya membangun jaringan kelembagaan IG di tingkat provinsi dan kabupaten/kota sebagai penggerak inovasi spasial. Struktur kelembagaan harus bersifat fungsional dan bukan sekadar administratif.

  1. Kemitraan Multisektor

Transformasi ekosistem geospasial membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, akademisi, sektor industri, dan komunitas digital. Menurut Arief, sinergi antarpemangku kepentingan ini penting untuk mempercepat transfer pengetahuan dan adopsi teknologi.

  1. Investasi pada SDM Unggul

Arief menegaskan bahwa kemajuan teknologi tidak akan berarti tanpa didukung oleh sumber daya manusia yang memiliki kompetensi spasial. Masyarakat perlu dibekali pemahaman bahwa ruang bukan sekadar representasi visual, melainkan juga aset strategis pembangunan.

Dalam forum tersebut, Arief menyoroti pula potensi ekonomi sektor geospasial. Ia mencontohkan Australia yang mampu menghasilkan nilai ekonomi hingga 600 miliar dolar per tahun dari optimalisasi informasi geospasial.

Ia kemudian mengajak seluruh peserta untuk mengambil langkah konkret dalam mendorong kemandirian geospasial nasional. Langkah-langkah tersebut mencakup optimalisasi pemanfaatan data geospasial untuk perencanaan berbasis bukti, keterbukaan data antar-instansi guna meningkatkan efisiensi, integrasi informasi spasial dalam layanan publik digital, penguatan kelembagaan dan pengembangan SDM daerah, serta penggunaan teknologi mutakhir seperti AI dan digital twin secara etis dan bertanggung jawab.

Arief mengimbau seluruh pihak untuk menjadikan forum ini sebagai ajang konsolidasi pemikiran dan aksi bersama dalam mempercepat transformasi geospasial nasional. “Informasi spasial harus menjadi bukan hanya fondasi, tetapi juga suara pembangunan berkelanjutan. IG dan seluruh mitra siap menjadi energi, tapi arah dan semangatnya harus dibentuk bersama,” pungkasnya.

Sumber: Diskominfo Jatim

+
+