Default Title
logo spatial highlights
BIG Ajukan Penambahan Anggaran melalui Skema Pinjaman Luar Negeri di Tengah Tekanan Efisiensi

BIG Ajukan Penambahan Anggaran melalui Skema Pinjaman Luar Negeri di Tengah Tekanan Efisiensi

Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menetapkan efisiensi anggaran sebagai prioritas utama sejak awal masa jabatan. Melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025, pemerintah menargetkan penghematan sebesar Rp306,7 triliun, mencakup pemangkasan belanja kementerian/lembaga sebesar Rp256 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp50,5 triliun. Langkah ini bertujuan untuk mengalihkan dana ke program prioritas nasional, seperti program makan bergizi gratis dan pembangunan infrastruktur strategis.

Salah satu kementerian yang terdampak signifikan adalah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Anggaran kementerian ini untuk tahun 2025 dipangkas dari Rp6,45 triliun menjadi Rp4,44 triliun, mengalami efisiensi sebesar Rp2,01 triliun atau sekitar 31,17%. Pemangkasan ini menimbulkan tantangan dalam pelaksanaan program Reforma Agraria dan sertifikasi tanah, yang merupakan bagian dari prioritas nasional.

Pemotongan anggaran tersebut juga menimbulkan sebuah efek domino yang berpengaruh ke sektor swasta. Banyak perusahaan penyedia jasa pemetaan dan teknologi geospasial, seperti konsultan GIS, perusahaan surveyor, dan kontraktor drone mapping, mulai merasakan dampak domino dari pemangkasan anggaran kementerian.

Harapan Baru di Tengah Efisiensi

Di tengah tekanan efisiensi fiskal nasional, Badan Informasi Geospasial (BIG) menempuh langkah proaktif dan visioner dengan mengajukan penambahan anggaran sebesar Rp810,42 miliar melalui skema pinjaman luar negeri dari Bank Dunia. Pendekatan ini mencerminkan pergeseran cara pandang terhadap pembiayaan pembangunan, di mana lembaga teknis tak hanya bergantung pada APBN, tetapi juga berani mencari alternatif pendanaan untuk menjamin kesinambungan program strategis nasional, khususnya di sektor geospasial yang kian vital dalam perencanaan pembangunan.

Dana yang diusulkan tersebut difokuskan pada dua program unggulan BIG. Pertama, percepatan penyediaan peta dasar skala besar 1:5.000, yang merupakan fondasi penting dalam seluruh aktivitas tata ruang, pemetaan wilayah, penataan kawasan industri, pemantauan perubahan tutupan lahan, dan mitigasi bencana. Peta berskala besar ini menjadi syarat mutlak dalam pelaksanaan Undang-Undang Cipta Kerja serta penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang terintegrasi dan berbasis digital.

Kedua, dana ini diperuntukkan bagi proyek kolaboratif bertajuk Integrated Land Administration and Spatial Planning Project (ILASPP), sebuah inisiatif integratif yang melibatkan BIG, Kementerian ATR/BPN, dan Kementerian Dalam Negeri. Tujuannya adalah menggabungkan sistem administrasi pertanahan dengan perencanaan tata ruang secara spasial, untuk menciptakan data tunggal yang dapat diakses lintas sektor dan digunakan dalam perencanaan pembangunan nasional maupun daerah. Program ini menjadi jawaban atas tantangan klasik berupa tumpang tindih lahan, disharmoni tata ruang, dan konflik pertanahan yang selama ini menghambat investasi dan pembangunan berkelanjutan.

Menariknya, Komisi XII DPR RI telah menyetujui usulan tambahan anggaran yang berasal dari pinjaman luar negeri ini. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XII DPR RI yang digelar secara daring di Jakarta pada 26 Februari 2025, Ketua Komisi XII, Bambang Patijaya, menyatakan dukungan terhadap usulan anggaran Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk tahun 2025. Ia mengatakan bahwa apabila BIG dapat memperoleh tambahan dana melalui pinjaman luar negeri yang telah dikonsultasikan dengan Kementerian Keuangan, hal tersebut tidak menjadi persoalan. Bambang juga menegaskan bahwa, sebagaimana harapan para anggota Komisi XII, BIG harus memastikan program-program prioritas yang dibiayai dari pinjaman tersebut tetap mematuhi regulasi yang berlaku dan memberikan manfaat optimal bagi pemerintah serta masyarakat Indonesia.

Persetujuan tersebut menunjukkan bahwa program geospasial, yang sebelumnya sering kali dipandang sebagai sektor teknis semata, kini mulai dipahami sebagai infrastruktur dasar yang tak kalah penting dibanding jalan, pelabuhan, atau jaringan telekomunikasi. Dukungan legislatif ini merupakan sinyal positif bagi masa depan pembangunan geospasial Indonesia, sekaligus menandai bahwa investasi pada data dan sistem spasial kini menjadi bagian dari prioritas pembangunan nasional.

sumber: AntaraNews

+
+