

KKP Pastikan Konservasi Penataan Ruang Laut Terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Penataan Ruang Laut (DJPRL) memastikan bahwa usulan perluasan kawasan konservasi laut hingga 30% dari total wilayah perairan Indonesia akan terintegrasi dalam revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang direncanakan terbit pada Juni 2025. Langkah ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang untuk mencapai target konservasi laut nasional pada tahun 2045.
Direktur Jenderal Penataan Ruang Laut, Kartika Listriana, menekankan pentingnya integrasi ini dalam memberikan kepastian hukum terhadap kegiatan di ruang laut serta menjaga keberlanjutan ekosistem. Selain itu, KKP juga mendorong pemerintah daerah dan LSM untuk mengidentifikasi potensi alokasi ruang Other Effective Area-Based Conservation Measures (OECM) atau Kawasan Berdampak Konservasi (KBK) untuk dimasukkan dalam RTRWN.
OECM merupakan pendekatan konservasi yang mencakup area di luar kawasan konservasi resmi, namun tetap memberikan kontribusi signifikan terhadap pelestarian keanekaragaman hayati. Di Indonesia, konsep ini mulai diadopsi untuk melengkapi jaringan kawasan konservasi yang ada.
Studi terbaru menunjukkan bahwa terdapat 382 potensi OECM laut di Indonesia yang mencakup lebih dari 10 juta hektare, yang berkontribusi besar dalam perlindungan ekosistem pesisir, seperti mangrove, lamun, dan terumbu karang. Pengakuan terhadap OECM juga memberikan ruang bagi masyarakat hukum adat (MHA) yang memiliki pranata hukum kuat untuk berperan dalam pengelolaan kawasan konservasi.
Studi oleh para peneliti dari Jerman, Indonesia, dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa penggabungan OECM dengan kawasan konservasi resmi dapat meningkatkan jaringan konservasi laut Indonesia hingga 13% pada tahun 2030. Hal ini mendukung upaya nasional dalam mencapai target konservasi.
Dalam konteks geospasial, integrasi kawasan konservasi dan OECM ke dalam RTRWN memerlukan pemetaan yang akurat dan komprehensif. Data spasial digunakan untuk mengidentifikasi area dengan nilai konservasi tinggi dan mengenali potensi konflik pemanfaatan ruang. Analisis ini membantu dalam merancang zonasi yang efektif dan efisien, memastikan bahwa upaya konservasi tidak menghambat kegiatan ekonomi, namun tetap menjaga keberlanjutan ekosistem.
Meskipun langkah-langkah strategis telah diambil, tantangan tetap ada, terutama dalam hal koordinasi antarlembaga, pengakuan terhadap MHA, dan penyusunan kriteria untuk OECM. Diperlukan kerja sama yang erat antara pemerintah pusat, daerah, LSM, akademisi, dan masyarakat untuk memastikan bahwa integrasi kawasan konservasi ke dalam RTRWN berjalan lancar dan efektif.
Dengan disahkannya Peraturan Pemerintah tentang RTRWN pada Juni 2025, langkah KKP dalam mewujudkan target konservasi laut sebesar 30% pada tahun 2045 diharapkan semakin solid. Keterlibatan aktif dari berbagai pemangku kepentingan menjadi kunci penting dalam mendukung keberhasilan program ini.
Melalui pemanfaatan analisis geospasial serta pengakuan terhadap kawasan konservasi berdampak, pencapaian target konservasi tersebut diyakini akan semakin realistis. Upaya ini tidak hanya bertujuan menjaga kelestarian ekosistem laut, tetapi juga memastikan manfaat ekologis dan sosial bagi generasi masa depan.
Sumber: Antara News, Phys