

Google Manfaatkan Geospatial Monitoring untuk Atasi Jejak Awan Pesawat yang Sebabkan Pemanasan Global
Kontrail, atau jejak awan kondensasi yang muncul di belakang pesawat terbang, selama ini sering dianggap sekadar fenomena visual di langit. Namun, penelitian Royal Meteorological Society menunjukkan bahwa kontrail justru berkontribusi signifikan terhadap pemanasan global. Awan buatan ini mengganggu keseimbangan energi atmosfer dengan memerangkap panas dan mencegah radiasi panas bumi terlepas kembali ke angkasa. Bahkan, efek pemanasan yang ditimbulkan bisa lebih besar dibanding emisi karbon dioksida dari mesin pesawat itu sendiri.
Fenomena ini terjadi karena uap air yang dilepaskan mesin pesawat pada ketinggian di bawah –40 °C mengembun, membeku, dan menempel pada partikel jelaga dari mesin. Hanya sekitar satu dari lima pesawat yang menciptakan kontrail, tetapi ketika kondisi udara dingin dan lembap terpenuhi, jejak awan tersebut bisa membentang ribuan meter dan bertahan lama, bertindak seperti selimut tipis yang menahan panas bumi.
Menyadari ancaman tersebut, Google berkolaborasi dengan American Airlines dalam eksperimen selama enam bulan untuk mengurangi pembentukan kontrail. Google mengembangkan kecerdasan buatan yang memanfaatkan data cuaca, citra satelit, dan jalur penerbangan untuk memprediksi lokasi terbentuknya kontrail. Informasi ini memungkinkan pilot dan perencana rute untuk mengubah ketinggian ataupun jalur terbang guna menghindari area berpotensi kontrail.
Max Vogler, Software Engineer di Google, menegaskan bahwa prediksi tersebut cukup akurat untuk mengurangi dampak iklim secara signifikan. Dalam uji coba bersama American Airlines, para pilot berhasil menghindari lebih dari setengah kontrail yang diprediksi.
Data uji juga menunjukkan, sepanjang periode percobaan, 64% kontrail dapat dihindari, dan panjang rata-rata jejak awan yang masih terbentuk berkurang hingga 54%. Meski perubahan jalur menambah konsumsi bahan bakar sebesar 2% per pesawat, peningkatan penggunaan bahan bakar maskapai secara keseluruhan hanya sekitar 0,3%.
Penerapan teknologi ini tidak hanya berhenti pada pengaturan rute penerbangan, melainkan juga memanfaatkan pendekatan geospasial untuk memahami pola atmosfer yang kompleks. Dengan geospatial monitoring, data satelit dan sensor atmosfer dapat digabungkan untuk melacak interaksi antara cuaca, ketinggian terbang, dan kemungkinan terbentuknya kontrail. Hal ini menjadikan geospasial bukan sekadar alat pemetaan, tetapi instrumen prediksi yang dapat menekan dampak iklim dari sektor aviasi.
Geospasial sebagai Arah Baru Mitigasi Iklim
Upaya Google dan American Airlines membuktikan bahwa tantangan pemanasan global bisa ditangani dengan kombinasi AI dan pemantauan geospasial. Kontrail yang dulunya dianggap sekadar jejak visual kini terbukti sebagai salah satu penyumbang panas bumi yang serius.
Melalui monitoring berbasis geospasial, perencanaan penerbangan dapat diarahkan untuk meminimalkan dampak iklim tanpa mengorbankan efisiensi operasional secara drastis. Jika dikembangkan lebih luas, pendekatan ini bukan hanya solusi untuk industri penerbangan, melainkan model penerapan geospasial yang bisa direplikasi di berbagai sektor dalam mitigasi perubahan iklim.
