

Dampak Sedimentasi terhadap Perairan Laut di Raja Ampat akibat Industrialisasi Nikel
Raja Ampat selama ini dikenal sebagai salah satu surga bawah laut terbaik di dunia. Namun, belakangan ini, keindahan lautnya mulai terancam. Penyebabnya adalah masuknya industri tambang nikel ke beberapa pulau yang ada di Raja Ampat. Kegiatan tambang tersebut tidak hanya berdampak di darat, tetapi juga mengganggu kondisi laut di sekitarnya.
Sebelum tambang beroperasi, hutan di perbukitan Raja Ampat berfungsi seperti spons yang menyerap air hujan. Namun, setelah pohon-pohon ditebang dan tanah digali, air hujan langsung mengalir deras membawa lumpur ke sungai dan akhirnya ke laut. Wilayah tambang berada di daerah curam sehingga lumpur mudah terbawa ke bawah.
Air berlumpur yang masuk ke laut membawa dampak besar. Lumpur ini membuat air jadi keruh dan menghalangi sinar matahari masuk ke dasar laut. Padahal, sinar matahari sangat dibutuhkan oleh karang dan padang lamun untuk hidup. Akibatnya, terumbu karang kesulitan bertahan hidup karena tidak mendapatkan cahaya yang cukup. Selain itu, padang lamun juga tertutup lumpur sehingga tidak bisa berfotosintesis. Lama kelamaan, ikan-ikan juga akan mulai berkurang karena kehilangan tempat tinggal dan sumber makanannya.
Pada salah satu foto yang diambil oleh Greenpeace, tampak laut di pesisir Pulau Kawei, Raja Ampat, mulai terdampak tambang nikel yang ditandai dengan warna air laut yang terlihat kecokelatan. Air laut yang berwarna kecokelatan ini disebut "plume" atau awan sedimen yang bisa menyebar hingga beberapa kilometer ke laut.
Jika aktivitas tambang terus berjalan tanpa kontrol yang ketat, laut Raja Ampat bisa mengalami kerusakan permanen. Masalah ini tidak hanya berdampak pada alam, tetapi juga masyarakat lokal yang hidup dari laut, seperti nelayan dan pelaku wisata.
Padahal, sebagian besar Masyarakat Raja Ampat menggantungkan hidupnya pada alam. Ada yang menghasilkan dari pariwisata, pertanian, ataupun hasil laut. Ronisel Mambrasar, masyarakat adat Papua, mengatakan kepada Mongabay bahwa eksploitasi tambang nikel justru mengancam keberlangsungan hidup masyarakat.
Hasil laut yang berada di sekitar tambang semakin sulit diperoleh para nelayan karena rusaknya ekosistem sehingga mereka harus menempuh jarak lebih jauh untuk mendapatkannya. Dampaknya, para nelayan harus mengeluarkan biaya logistik yang makin besar. Namun demikian, hasil tangkapan yang sedikit tidak menutup biaya tersebut.
Selain itu, Raja Ampat juga menjadi pusat keanekaragaman karang dunia. Perairan Raja Ampat merupakan rumah untuk lebih dari 75% spesies karang yang tercatat di bumi. Terumbu karang inilah yang membentuk dasar ekosistem laut, menyediakan tempat berlindung, serta sumber makanan bagi ribuan spesies ikan dan invertebrata laut. Keindahan terumbu karang yang berwarna-warni bukan hanya memikat wisatawan, melainkan juga berperan penting dalam siklus nutrisi laut.
Menurut Mongabay, ekosistem terumbu karang Raja Ampat memiliki banyak spesies yang hanya ditemukan di wilayah ini. Kehilangan keanekaragaman karang tidak hanya berarti hilangnya keindahan alam, tetapi juga terputusnya fungsi ekosistem yang menjaga kelangsungan hidup berbagai biota laut lainnya.
Sumber: Mongabay 1, Mongabay 1, Kilat.com