Default Title
logo spatial highlights
BRIN Pertimbangkan Teknologi Geospasial untuk Restorasi Lingkungan

BRIN Pertimbangkan Teknologi Geospasial untuk Restorasi Lingkungan

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menekankan pentingnya solusi berbasis alam dalam mendukung ketahanan pangan dan energi, termasuk melalui restorasi lahan terdegradasi dan pengelolaan lahan yang berkelanjutan. Pendekatan ini dinilai penting untuk memperkuat fondasi pembangunan berkelanjutan dan menjaga keseimbangan ekosistem.

Kepala Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN, Asep Hidayat, menyampaikan bahwa sektor pertanian, kehutanan, dan penggunaan lahan lainnya memegang peran strategis dalam mengatasi tantangan perubahan iklim sekaligus memenuhi kebutuhan pangan dan energi nasional. Solusi berbasis alam, yang menawarkan pendekatan holistik dan berkelanjutan, menjadi salah satu pendekatan yang perlu dioptimalkan, meskipun implementasinya di lapangan kerap menghadapi tantangan signifikan, terutama dalam hal pengawasan jangka panjang.

Ia juga menyambut baik inisiatif riset yang dikembangkan, seperti sistem informasi partisipatif yang dirancang oleh ICRAF melalui program Epistem. Teknologi ini diharapkan dapat meningkatkan akurasi pemetaan bentang lahan, mendorong partisipasi berbagai pemangku kepentingan, serta mendukung upaya pemulihan ekosistem dan pencegahan deforestasi.

ICRAF melalui program Evolving Participatory Information System (Epistem) mengembangkan sistem informasi partisipatif yang berfokus pada pemetaan bentang lahan (landscape mapping) secara kolaboratif. Sistem ini bukan sekadar alat teknologi, melainkan pendekatan berbasis komunitas yang menggabungkan pengetahuan lokal dengan data ilmiah untuk mendukung pengambilan keputusan yang lebih inklusif, transparan, dan berkelanjutan.

Tujuan utama Epistem adalah untuk meningkatkan akurasi dan legitimasi data pemetaan lahan melalui keterlibatan langsung masyarakat lokal, mendukung perencanaan restorasi ekosistem, konservasi, dan tata kelola lahan yang adil, dan mendorong pemangku kepentingan dari berbagai sektor (masyarakat, pemerintah, LSM, akademisi) untuk bekerja secara sinergis dengan berbasis data yang dapat diakses bersama.

Selama ini, salah satu hambatan utama dalam pelaksanaan di lapangan adalah koordinasi antar pemangku kepentingan yang masih belum optimal, perencanaan yang belum menyeluruh, serta kurangnya evaluasi dampak yang dilakukan secara berkelanjutan.

Menurut Asep, untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045, maka sektor pertanian, kehutanan, dan penggunaan lahan lainnya dapat menjadi kunci strategis tidak hanya untuk memitigasi perubahan iklim, tetapi juga mencapai ketahanan pangan dan energi.

sumber : ANTARA , Suara Publik id, Kata Data

+
+