

Bojonegoro Manfaatkan Data Geospasial untuk Atasi Banjir dan Kekeringan
Pemanfaatan teknologi geospasial kini tidak hanya terpusat di kota besar atau lembaga riset nasional, tetapi telah meluas ke berbagai daerah di Indonesia. Kabupaten Bojonegoro menjadi salah satu contoh nyata pemanfaatan teknologi ini untuk menjawab tantangan klasik berupa banjir saat musim hujan dan kekeringan saat kemarau. Dengan wilayah yang dilintasi aliran Bengawan Solo terpanjang, kebutuhan akan perencanaan berbasis data spasial menjadi sangat mendesak agar tata kelola air lebih terarah dan bermanfaat bagi masyarakat.
Pada 29 Agustus 2025, Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro menandatangani Nota Kesepakatan bertajuk Sinergi Bidang Informasi Geospasial di Kabupaten Bojonegoro di Kantor BIG, Cibinong. Kolaborasi ini difokuskan pada tiga hal utama, yakni penanganan bencana terkait sumber daya air, optimalisasi sektor pertanian, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Kabupaten Bojonegoro, Kusnandaka Tjatur Prasetijo, menegaskan bahwa informasi geospasial skala detail sangat penting dalam mengantisipasi genangan air dan krisis sumber air di musim kemarau. Bojonegoro yang menjadi lintasan Bengawan Solo membutuhkan perencanaan berbasis data spasial agar pengelolaan air dapat dilakukan lebih presisi, baik saat menghadapi kelebihan air maupun kekurangan air.
Badan Informasi Geospasial menyambut baik inisiatif ini dengan menekankan pentingnya penyediaan peta rawan banjir. Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BIG, Mone Iye Cornelia Marschiavelli, menegaskan bahwa BIG melalui Direktorat Pemetaan Tematik siap memfasilitasi kebutuhan pemetaan tersebut. Data peta rawan banjir akan menjadi instrumen penting bagi pemerintah daerah dalam mitigasi bencana, perencanaan tata ruang, hingga penentuan lokasi infrastruktur penampungan air.
Sebagai tindak lanjut, BIG dan Pemkab Bojonegoro merencanakan pembangunan tiga Stasiun CORS (Continuously Operating Reference Station). Teknologi ini akan meningkatkan akurasi pengukuran di lapangan serta mendukung pemantauan titik-titik sumber air secara real-time. Dengan pemetaan yang lebih detail, perencanaan pembangunan waduk kecil, embung desa, dan area resapan di kawasan hutan dapat dilakukan lebih presisi. Hal ini sejalan dengan kebijakan nasional yang mendorong pemanfaatan data geospasial dalam pembangunan infrastruktur berbasis mitigasi bencana.
Selain aspek teknis, Pemkab Bojonegoro juga berkomitmen memperkuat kompetensi sumber daya manusia di bidang geospasial. Melalui pelatihan khusus dan penyiapan jabatan fungsional surveyor pemetaan, perangkat desa dilibatkan untuk berperan aktif dalam pengelolaan data spasial. Dengan demikian, desa dapat terlibat langsung dalam penamaan rupabumi sekaligus menjaga keberlanjutan data geospasial.
Kerja sama antara BIG dan Pemkab Bojonegoro menandai langkah strategis dalam pemanfaatan data geospasial untuk pembangunan daerah. Dari mitigasi banjir, penanganan kekeringan, hingga penguatan kapasitas SDM, semua diarahkan untuk menciptakan perencanaan yang lebih terarah, inklusif, dan berkelanjutan. Bojonegoro membuktikan bahwa teknologi geospasial dapat menjadi solusi konkret bagi persoalan klasik daerah berbasis sumber daya air, serta membuka peluang baru bagi tata kelola daerah yang lebih adaptif dalam menghadapi tantangan iklim dan lingkungan.
