Default Title
logo spatial highlights
Bisakah Teknologi Geospasial Mengurai Permasalahan Sampah di Yogyakarta?

Bisakah Teknologi Geospasial Mengurai Permasalahan Sampah di Yogyakarta?

Dibalik hinggar-binggar Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai kota budaya, pendidikan, serta tujuan wisata, kota ini menyimpan satu masalah kronis yang telah mengakar selama bertahun-tahun, yaitu permasalah sampah.

Permasalahan sampah di DIY telah menjadi isu lingkungan yang mengakar dan terus berulang setiap tahunnya. Produksi sampah harian di wilayah ini tergolong tinggi, dengan total mencapai 1.366,79 ton per hari pada tahun 2020 menurut data Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral DIY.

Kondisi semakin memburuk setelah ditutupnya Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan pada Mei 2024. TPST yang selama ini menjadi satu-satunya tempat pembuangan akhir utama untuk wilayah Yogyakarta, Sleman, dan Bantul itu telah mengalami kelebihan kapasitas sejak 2012, namun tetap dipaksakan beroperasi hingga akhirnya benar-benar tak mampu menampung volume sampah yang terus membesar.

Faktor-faktor Penyebab Gunungan Sampah

Selain penutupan TPST Piyungan, terdapat berbagai faktor lain yang menyebabkan volume sampah di DIY terus meningkat. Salah satunya adalah pertumbuhan penduduk dan urbanisasi yang pesat, terutama di kawasan perkotaan. Sebagai kota pelajar dan destinasi wisata utama, khususnya kota Yogyakarta dan Sleman mengalami fluktuasi peningkatan penduduk setiap tahunnya, serta lonjakan jumlah wisatawan saat musim liburan.​

Menurut data dari World Population Review, pada tahun 2025, populasi DIY diperkirakan mencapai 476.289 jiwa. Pertumbuhan ini mencerminkan urbanisasi yang signifikan, dengan banyaknya migrasi dari berbagai daerah untuk mencari pendidikan, pekerjaan, dan fasilitas lainnya di DIY.

Selain itu, sebagai destinasi wisata unggulan, DIY menarik jutaan wisatawan setiap tahunnya. Data dari Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta mencatat bahwa pada tahun 2023, jumlah pengunjung wisata mencapai 7.589.582 orang, terdiri dari 309.674 wisatawan asing dan 7.279.908 wisatawan domestik. Lonjakan jumlah wisatawan ini, terutama saat musim liburan, berkontribusi signifikan terhadap peningkatan volume sampah di kota ini.​

Teknologi Geospasial sebagai Solusi Potensial

Faktor-faktor Penyebab Gunungan Sampah

Dalam menghadapi kompleksitas permasalahan ini, teknologi geospasial hadir sebagai solusi potensial yang bisa mengurai persoalan dari hulu ke hilir. Teknologi seperti Sistem Informasi Geografis (SIG), pemetaan digital, dan penginderaan jauh (remote sensing) memungkinkan analisis spasial secara komprehensif. Dengan SIG, pemerintah dapat memetakan wilayah dengan produksi sampah tertinggi, menentukan titik rawan penumpukan, dan merancang rute pengangkutan yang efisien serta hemat biaya. Selain itu, pemanfaatan data spasial dapat membantu dalam pemilihan lokasi strategis untuk pembangunan fasilitas pengolahan sampah baru, seperti komposter skala besar atau material recovery facility (MRF).

Integrasi Teknologi Geospasial dengan Permasalah Sampah di DIY

Untuk menyelesaikan krisis ini secara menyeluruh, diperlukan pendekatan berlapis dengan strategi jangka pendek dan jangka panjang.

Dalam jangka pendek, teknologi geospasial bisa digunakan untuk memetakan sumber timbulan sampah secara real-time, baik melalui citra satelit, drone, maupun aplikasi berbasis komunitas. Hasil pemetaan ini dapat dijadikan dasar untuk mengoptimalkan rute pengangkutan sampah, sehingga armada pengangkut bisa bekerja lebih efektif.

Selain itu, pemerintah juga bisa menyediakan peta digital interaktif yang memudahkan masyarakat melaporkan penumpukan sampah dan mengedukasi mereka tentang zona TPS terdekat, jadwal pengambilan, dan prosedur pemilahan.

Sedangkan dalam jangka panjang, data spasial dapat diintegrasikan ke dalam sistem perencanaan tata ruang wilayah. Pemerintah dapat merancang zonasi khusus untuk pengelolaan sampah, meminimalkan konflik pemanfaatan lahan, serta mengantisipasi pertumbuhan kota yang tidak terkendali.

Teknologi ini juga memungkinkan pemantauan kondisi TPS dan TPA secara berkala, termasuk memantau kapasitas, kondisi lingkungan sekitar, serta respons masyarakat terhadap lokasi fasilitas yang ada. Pengembangan sistem informasi geospasial terpadu untuk pengelolaan limbah pun bisa menjadi dasar pengambilan keputusan berbasis data.

Membangun Yogyakarta yang Lebih Bersih Lewat Teknologi

Permasalahan sampah di Yogyakarta tidak dapat diselesaikan hanya dengan pendekatan konvensional. Diperlukan strategi inovatif yang berbasis data, partisipatif, dan berkelanjutan. Teknologi geospasial telah membuktikan potensinya sebagai alat bantu dalam menyusun kebijakan pengelolaan sampah yang lebih efektif, efisien, dan terukur.

Jika diimplementasikan secara konsisten, teknologi ini dapat menjadi pondasi penting bagi Yogyakarta dalam membangun sistem pengelolaan lingkungan yang cerdas. Dengan dukungan dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, cita-cita menjadikan Yogyakarta sebagai kota yang bersih dan lestari bukan lagi sekadar wacana.

Sumber: Perkim.id, Worldpopulationreview, SatudataIndonesia

+
+