

BarraSphere 2025 Bahas Tantangan dan Masa Depan Otomatisasi Data Geospasial
Pada Senin, 15 September 2025, Barrakusuma Spatial Technology atau Barraslogi menggelar konferensi lintas disiplin bertajuk BarraSphere 2025 di Hotel Intercontinental Jakarta, Pondok Indah. Acara yang bertemakan “The New Face of Geospatial with Integrated Automation” tersebut mengundang berbagai pakar di bidang masing-masing untuk membahas integrasi otomatisasi di bidang geospasial.
Acara ini dimoderatori oleh Fabian Surya Pramudya, S.T., M.T., Ph.D., PJS Ketua Program Studi Matematika dan Statistika, School of Computer Science, Universitas Bina Nusantara. Rangkaian sesi menghadirkan sejumlah pembicara utama, antara lain Julian Ambassadur Shidiq, S.T., M.T., Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; R. Agus Budi Santosa, S.Hut., M.T., Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan, Kementerian Kehutanan; Dr. Ir. Ida Bagus Surya Suamba, S.T., M.T., Sekretaris Daerah Kabupaten Badung, Bali; Septyo Cholide, Kepala Divisi Perencanaan PT Bukit Asam Tbk; dan Prasetyo Herlambang, Kepala Departemen Pengembangan dan Teknologi IT, Perum Perhutani.
Selain itu, Nikma Fita Safrina, S.T., M.B.A., Presiden Direktur Barrakusuma Spatial Teknologi (Barraslogi), tampil sebagai pembicara tuan rumah. Sementara, Nimas Anggarini, S.T., Manajer Penjualan Regional Synspective Inc., hadir sebagai pembicara tamu.

Selama dua tahun terakhir, tim Barraslogi aktif menjajaki berbagai persoalan industri terkait pemanfaatan geospasial. Diskusi dilakukan mulai dari pemerintah daerah, perkebunan skala menengah hingga kecil, hingga sektor pertambangan yang selama ini relatif jarang disentuh teknologi. “Kami kan mencoba untuk mencari tahu pain points dari beberapa industri terhadap geospasial,” ujar Presiden Direktur Barraslogi, Nikma Fita Safrina kepada Spatial Highlights, Senin.
Menurutnya, banyak pelaku industri masih melihat teknologi geospasial sebagai investasi yang mahal dan berdampak jangka panjang, bukan langsung terlihat dalam waktu dekat. “Mungkin tendensinya mereka takut kadang dengan teknologi. Maksudnya itu adalah high cost, high investment, kemudian juga tidak terlalu berdampak di waktu yang dekat,” tambahnya.
Fragmentasi Data dan Pentingnya Otomatisasi
Salah satu fokus utama yang ingin diangkat melalui acara dan inisiatif Barraslogi adalah peralihan dari data geospasial yang selama ini terfragmentasi menuju sistem yang lebih terintegrasi. “Kalau tujuan dari sisi acara sebenarnya memang untuk memperkenalkan karena kita memasuki era baru dalam menghadapi data geospasial. Mungkin kalau dari beberapa dekade terakhir data geospasial selalu fragmented ya. Jadi selalu silo, selalu scattered,” jelasnya.
Barraslogi menekankan pentingnya integrated automation yang mampu menyederhanakan proses kerja dari lima tahapan teknis menjadi satu. “Nah kita melakukan 5 proses itu kita simplify menjadi 1 proses. Karena yang memproses itu sekarang adalah engine kami, engine geospasial. Dan itu bukan meminimalisir adanya expert, tapi expert ini kita minta untuk bertransformasi juga,” katanya.
Di Indonesia, Nikma mengatakan bahwa tantangan utama bukan hanya soal infrastruktur, melainkan juga pada manajemen perubahan.
Menurutnya, diversitas demografi, mulai dari suku, adat, agama, hingga kelompok umur memengaruhi pemahaman publik terhadap pentingnya data geospasial. “Bagaimana cara kita untuk meng-encourage mereka semua untuk menjadikan satu visi bahwa data geospasial ini menjadi prioritas dalam pergerakan ekonomi, itu adalah tantangan terbesar,” tambahnya.
Selain masalah sumber daya manusia, regulasi juga kerap menjadi hambatan. Sinkronisasi aturan antara pusat dan daerah tidak selalu berjalan mulus. “Kadang pusat bicara regulasi tentang A, tapi untuk di daerah ketika A dilakukan itu berbanding terbalik dengan adat. Bisa jadi seperti itu,” ungkapnya.
Untuk itu, Barraslogi berupaya menjadi penghubung antara pemerintah daerah, regulator, dan pelaku industri. “Kami akan pasti menjadikan hal tersebut sebagai seperti konektor. Karena tanpa adanya penggerak, change management itu sangat sulit dilakukan,” tegasnya.
Optimisme Lima Tahun ke Depan
Meski menghadapi banyak tantangan, Nikma mengaku tetap optimis. “Kalau tentang optimis mungkin saya nomor 1,” ungkapnya. “Tapi, how to push the optimistic itu yang pertama adalah persistence. Semua hal yang dilakukan pasti akan ada tantangannya.”
Keyakinan itu diperkuat dengan semangat tim yang percaya bahwa inovasi geospasial bukanlah mimpi kosong. Nikma pernah menanyakan kepada timnya apakah yang mereka lakukan terlalu muluk. Rupanya mereka menjawab bahwa itu bukan hal yang mustahil karena pernah dibuat di luar negeri dan pernah dibuat oleh pelaku industri lain. Hal ini mengokohkan optimisme Nikma.
Dengan modal pengalaman empat tahun bertahan, Barraslogi optimis menatap masa depan. “Kalau memang dalam 4 tahun ini kami sudah bisa bertahan, ya pasti sih saya optimis di 5 tahun ke depan,” pungkas Nikma.
Dengan semangat itu, BarraSphere 2025 bukan hanya menjadi forum diskusi, melainkan juga komitmen nyata Barraslogi untuk mendorong transformasi digital berbasis geospasial. Optimisme Nikma dan timnya menunjukkan bahwa perjalanan geospasial Indonesia masih panjang, tetapi masa depan yang terintegrasi dan inklusif bukan lagi sekadar wacana.
