Default Title
logo spatial highlights
Analisis Spasial dalam Proyek Giant Sea Wall Pantura Jawa

Analisis Spasial dalam Proyek Giant Sea Wall Pantura Jawa

Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menegaskan bahwa model proteksi pembangunan Giant Sea Wall di kawasan Pantura Jawa tidak bisa disamaratakan, melainkan harus disesuaikan dengan kondisi geografis dan spasial masing-masing wilayah. Pernyataan tersebut disampaikan AHY seusai melaporkan gambaran utuh dan detail target investasi proyek strategis tersebut kepada Presiden Prabowo Subianto di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Selasa, 9 September 2025 dilansir dari ANTARA.

"Saya bersama Laksamana Didit selaku Kepala Badan Otorita Pengelola Pantura Jawa dan tim tadi menghadap Bapak Presiden Prabowo Subianto untuk mendapatkan arahan sekaligus kami melaporkan sejumlah progres dalam perencanaan pembangunan Giant Sea Wall," jelasnya.

Dalam penjelasannya, AHY menguraikan bahwa pendekatan pembangunan akan bervariasi bergantung pada tingkat kerentanan spasial tiap kawasan. Untuk daerah dengan penurunan tanah (land subsidence) yang parah, dibutuhkan tanggul laut yang dibangun beberapa kilometer dari garis pantai. Sebaliknya, di kawasan dengan kondisi sedang, cukup dilakukan penguatan tanggul pantai. Sementara, untuk wilayah yang relatif masih baik, rehabilitasi mangrove menjadi solusi yang dinilai paling efektif sekaligus efisien.

Pemerintah, lanjutnya, akan melengkapi kajian spasial sebelum menetapkan langkah teknis maupun skema investasi. Berdasarkan laporan Warta Ekonomi, AHY mengungkapkan bahwa Badan Otorita juga telah memaparkan simulasi berbagai skema pembiayaan yang kini masih dilengkapi secara rinci agar lebih tepat sasaran, efisien, dan mampu menjawab permasalahan yang ada. Hal ini penting mengingat proyek tersebut berpotensi melibatkan investasi besar, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. “Ada (investasi, red) dalam dan luar negeri, sejumlah negara. Tentu kita sedang pertimbangkan masak-masak semuanya,” ujarnya.

AHY menekankan bahwa pembangunan tanggul raksasa di Pantura merupakan proyek proteksi yang sangat esensial. Selain menyelamatkan jutaan masyarakat pesisir dari ancaman banjir rob dan penurunan tanah, proyek ini juga dirancang untuk melindungi kawasan industri strategis serta kawasan ekonomi khusus yang tersebar di sepanjang pantai utara Jawa.

“Kita ingin melindungi masyarakat Pantura yang setiap saat terancam bencana, sekaligus menjaga kawasan industri strategis serta kawasan ekonomi khusus yang banyak tersebar di pantai utara Jawa,” katanya.

Untuk memastikan koordinasi lintas wilayah, pemerintah membentuk Badan Otorita Pengelola Pantura Jawa. Badan ini akan fokus menyusun master plan hingga eksekusi pembangunan dan bekerja langsung di bawah koordinasi Kemenko Infrastruktur.

Analisis Spasial

Pembangunan Giant Sea Wall di Pantura Jawa tidak hanya merupakan proyek fisik, tetapi juga proyek spasial yang berbasis pada pemetaan kerentanan wilayah pesisir. Menurut AHY, pendekatan proteksi akan menyesuaikan dengan kondisi geografis dan dinamika ruang pesisir yang berbeda-beda di setiap provinsi.

Secara spasial, kawasan Pantura Jawa menghadapi tiga lapis kerentanan utama sebagai berikut.

  1. Penurunan Tanah (Land Subsidence)

Wilayah seperti Jakarta Utara, Pekalongan, hingga Semarang termasuk kategori parah. Di lokasi-lokasi ini, tanah turun beberapa sentimeter per tahun sehingga diperlukan tanggul laut yang dibangun jauh dari garis pantai untuk menahan tekanan air laut. Infrastruktur proteksi berskala makro ini harus dirancang dengan perhitungan geospasial jangka panjang, mengingat penurunan tanah bersifat progresif.

  1. Zona Kerentanan Sedang

Beberapa wilayah di Cirebon, Brebes, dan sebagian wilayah Pantura Jawa Timur mengalami kombinasi ancaman rob musiman dan abrasi, tetapi masih dapat ditangani dengan penguatan tanggul pantai. Intervensi spasial di area ini lebih bersifat adaptif, memanfaatkan pola garis pantai yang masih stabil.

  1. Zona Relatif Stabil

Kawasan yang belum terdampak signifikan, seperti sebagian pesisir Tuban atau Gresik, dapat mengandalkan rehabilitasi mangrove. Fungsi mangrove di sini bukan hanya sebagai benteng alami, tetapi juga sebagai bentuk nature-based solution yang meningkatkan kualitas ekosistem pesisir. “Jadi akan ada kombinasi antara tanggul laut, tanggul pantai, dan mangrove sesuai kebutuhan masing-masing daerah,” kata AHY.

+
+